Selasa, 26 Agustus 2025

Kasus Suap di Kemenkumham

Jadi Tersangka KPK, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej Muncul di Pengukuhan Guru Besar UGM

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej belum ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Editor: Wahyu Aji
Kompas.com
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej saat mengenakan toga hadir dalam pengukuhan guru besar UGM di Balai Senat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej muncul di acara pengukuhan Guru Besar UGM di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (15/11/2023).

Eddy diketahui ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.

Menkumham Yasonna Laoly sempat menyebut bahwa dirinya tidak tahu keberadaan Eddy.

Dikutip dari Kompas.com, Edward Omar Sharif Hiariej terlihat mengenakan toga dan duduk bersama para Guru Besar.

Terkait hal tersebut, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ova Emilia mengatakan, Edward Omar Sharif Hiariej masih menjadi anggota senat.

"Iya hadir sebagai Guru Besar, karenakan masih menjadi anggota senat," kata Ova usai acara pengukuhan Prof Paripurna P. Sugarda sebagai Guru Besar Fakultas Hukum di Balai Senat, Kamis (16/11/2023).

Terkait status Edward Omar Sharif Hiariej di UGM, Ova menyampaikan saat ini masih menunggu hasil putusan pengadilan.

"Menunggu putusan. Kita kan institusi akademik, kita nggak ngikutin itu," ucapnya.

Status tersangka juga tidak mempengaruhi gelar profesor yang disandang oleh Edward Omar Sharif Hiariej.

Sebab menurut Ova, perkara yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej adalah sebagai pribadi.

"Nggak saya kira. Kan kasus itu kan kasus sebagai orang. Sebagai pribadi dan sudah ada pihak-pihak yang memang melakukan pertimbangan, pengkajian tentang hal itu. Jadi ini suatu hal yang berbeda," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Eddy dijerat dengan pasal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.

“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/11/2023).

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Baca juga: Menteri Yasonna Pasrah Anak Buahnya Tersangka KPK, Mengaku Tak Tahu Keberadaan Wamenkumham

Eddy diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari pengusaha bernama Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada Eddy.

Tersangka suap dan gratifikasi

Eddy dijerat dengan pasal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.

Kabar ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

Alex menyebut penetapan tersangka terhadap Eddy sudah ditetapkan sejak dua minggu lalu.

"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu, dengan empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu, klir," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).

Lalu bagaimana duduk perkara kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Eddy hingga berujung penetapan tersangka oleh KPK?

Berawal dari Laporan IPW

Kasus ini berawal dari laporan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.

Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.

Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.

Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.

Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.

Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.

"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.

"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.

Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.

Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.

Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).

Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.

Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.

"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.

Baca juga: Kata Yasonna Laoly soal Wamenkumham Tersangka Dugaan Suap dan Gratifikasi Rp7 M

Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikemablikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.

Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.

"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.

Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.

"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng.

Eddy Sempat Klarifikasi, Sebut IPW Lakukan Fitnah

Terkait laporan ini, Eddy pun sempat melakukan klarifikasi dan menyebut IPW telah melakukan fitan kepadanya.

Kemudian, Eddy pun datang ke KPK untuk membantah seluruh laporan IPW dengan membawa bukti.

“Atas inisiatif kami sendiri, kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” kata Eddy pada 20 Maret 2023 lalu dikutip dari Kompas.com.

Namun, Eddy justru tidak melaporkan IPW mesti menurutnya laporan kepadanya adalah fitnah.

Hal tersebut lantaran IPW merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sedang menjalankan tugas sebagai watchdog.

“Kalau pejabat itu diadukan yang harus dilakukan itu bukan malah lapor balik ke Bareskrim tetapi melakukan klarifikasi ya,” jelas Eddy. (*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan