Rabu, 20 Agustus 2025

Revisi UU Penyiaran

Setara Institute: Revisi UU Penyiaran Ancaman Terhadap Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi

Sayyidatul Insiyah mengatakan, hal itu dapat terlihat melalui upaya untuk mengendalikan konten jurnalistik, yang mengancam kebebasan berekspresi.

twibbonize.com/kolase Tribunnews
Ilustrasi Kebebasan Pers. Setara Institute menyoroti beberapa ketentuan dalam draft Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menggerus demokrasi. 

Ia menyebut Dewan Pers dan konstituen juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran.

Sementara secara substantif, ia menegaskan RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan Pasal 4 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasalnya, RUU Penyiaran mengatur larangan untuk menyiarkan konten ekslusif jurnalisme investigasi.

Baca juga: Soal Revisi UU Penyiaran, Cak Imin: Masa Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

"Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," ungkap Ninik.

Kemudian, terkait penyelesaian sengketa jurnalistik dalam RUU Penyiaran justru akan dilakukan lembaga yang tidak punya mandat terhadap penyelesaian etik karya jurnalistik.

"Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang," ungkap Ninik.

Ninik meminta agar penyusunan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan harmonisasi agar tidak tumpang tindih.

Apalagi, jelasnya, pengaturan penyelesaian sengketa jurnalistik juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024.

"Pemerintah saja mengakui, kenapa di dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran?" ucapnya.
 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan