Selasa, 26 Agustus 2025

Korupsi di PT Timah

Pembelaan Mantan Dirut PT Timah dalam Sidang: Mau Benahi Perusahaan Malah Dituntut 12 Tahun Penjara

Riza mengaku terkejut dengan tuntutan tersebut, terutama mengingat niatnya untuk memperbaiki kondisi perusahaan yang sedang kesulitan.

Tribunnews.com/Fahmi
Sidang pembacaan nota pembelaan Eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan crazy Rich Helena Lim dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/12/2024) malam. Fahmi Ramadhan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, menghadapi tuntutan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar dalam kasus yang melibatkan penambangan ilegal.

Riza mengaku terkejut dengan tuntutan tersebut, terutama mengingat niatnya untuk memperbaiki kondisi perusahaan yang sedang kesulitan.

Dalam nota pembelaannya, ia menyampaikan pandangannya mengenai situasi yang dihadapinya serta langkah-langkah yang diambil untuk menanggulangi masalah di PT Timah.

Dalam pleidoinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 Desember 2024, Riza Pahlevi menjelaskan bahwa sejak diangkat sebagai Direktur Utama PT Timah pada April 2016, ia berusaha keras untuk membenahi kinerja perusahaan yang menurun akibat kesulitan memperoleh bijih timah.

“Saya diangkat untuk memperbaiki kinerja PT Timah yang saat itu mengalami masalah cashflow dan hubungan yang tidak harmonis dengan stakeholder,” ujarnya.

Riza menyebutkan bahwa penambangan ilegal mulai marak setelah terbitnya berbagai regulasi pasca-era Otonomi Daerah yang memungkinkan masyarakat melakukan penambangan secara massal.

“Maraknya aktivitas penambangan masyarakat yang tidak melalui izin ini membuat PT Timah kesulitan memperoleh bijih timah,” tambahnya.

Riza mengatakan bahwa ia melakukan pendekatan dengan masyarakat untuk mencari solusi.

Salah satu inisiatif yang ia lakukan adalah roadshow untuk menemui pemangku kepentingan dan mendengarkan keluhan mereka.

“Kami ingin mendengarkan concern dari para pemangku kepentingan serta karyawan,” ujarnya.

Melalui kunjungan tersebut, Riza berupaya mengoptimalkan produksi dan meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penambangan.

Dia juga mendorong implementasi program konservasi mineral sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan mendapatkan kembali bijih timah dari masyarakat.

Program ini diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam mengatasi krisis yang dihadapi PT Timah.

Mengapa Riza Meminta Keberpihakan Majelis Hakim?

Riza mengeklaim bahwa semua langkah yang diambilnya demi kepentingan perusahaan dan tidak ada niat untuk menyalahgunakan jabatannya.

Ia meminta kepada majelis hakim untuk bersikap adil, mengingat keputusan yang ia ambil bertujuan untuk menjaga sumber daya mineral perusahaan.

“Saya bisa saja berdiam diri dan menikmati fasilitas perusahaan, tetapi saya memilih untuk mengambil keputusan strategis demi keberlangsungan PT Timah,” tegasnya.

Riza berharap bahwa majelis hakim bisa mempertimbangkan semua upaya yang telah dilakukannya dalam sidang yang akan datang.

Kasus ini sendiri menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh PT Timah dan industri pertambangan di Indonesia, terutama terkait penambangan ilegal.

Konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar dapat memunculkan dampak sosial yang luas, termasuk protes dan bahkan tindakan kekerasan.

PT Timah Tbk, kata dia, juga sudah berulang kali meminta bantuan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penertiban atas aktivitas penambangan inkonvensional.

Akan tetapi tidak efektif dikarenakan penambangan timah sudah menjadi budaya dan sumber mata pencaharian masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.

Pasalanya, penertiban aktivitas penambangan inkonvensional yang berulang-ulang malah meningkatkan resiko konfliks sosial dengan masyarakat.

Bahkan konflik tersebut termasuk pembakaran kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung oleh masyarakat buruh tambang inkonvensional dan industri peleburan timah pada tahun 2006 dan pengrusakan kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 5 Oktober 2012.

Riza coba menyelesaikan masalah ini dengan berkomunikasi dengan berbagai pihak. Upaya ini perlahan bisa membuat situasi menjadi kondusif, utamanya ke dalam atau internal terlebih dulu.

Riza Pahlevi berharap bahwa keputusannya untuk memperbaiki situasi di PT Timah akan mendapat pengakuan yang layak di mata hukum.

Dengan situasi yang kompleks ini, perhatian kini tertuju kepada proses persidangan dan keputusan yang akan diambil oleh majelis hakim.

Dituntut 12 Tahun

Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dituntut 12 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.

Dalam tuntutannya Jaksa menilai Mochtar Riza Pahlevi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dengan pidana penjara selama 12 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Selain dituntut pidana penjara, Mochtar juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Tak hanya itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 (Rp 493 miliar) selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. 

Jaksa menjelaskan nantinya Jika Mochtar tak mampu untuk memenuhinya maka diganti dengan pidana 6 tahun penjara.

Selain eks Dirut, Jaksa juga membacakan tuntutan untuk mantan Direktur Keuangan PT Timah, Emil Elmindra. 

Emil juga dituntut oleh jaksa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara.

Tak hanya itu Emil juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp Rp 493.399.704.345 serupa dengan Riza.

Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap dia tak bisa membayarnya maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun.

Selain dua petinggi PT Timah, Jaksa juga membacakan tuntutan terhadap bos smelter swasta yakni Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan. 

Dalam kasus ini MB Gunawan dituntut dituntut selama 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 1 tahun kurungan.

Berbeda dengan Riza dan Emil, dalam perkara ini Jaksa tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti terhadap MB Gunawan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan