Rabu, 27 Agustus 2025

Presidential Threshold

Zainal Arifin Mochtar Ungkap Kasak-kusuk Anggota DPR Usai MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar mengaku ditelepon sejumlah anggota DPR setelah MK memutuskan presidential threshold.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Kanal Youtube Integrity Law Firm
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar (pojok kiri memegang mikrofon) dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025). 

Namun, MK juga memberikan catatan penting. 

Catatan itu yakni dalam praktik sistem presidential di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu. 

Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.

Mahkamah juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik. 

Namun menurut Mahkamah, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.

MK juga menyoroti meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidential di Indonesia. 

Dengan demikian, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.

Putusan MK terkait penghapusan syarat ambang batas tersebut merupakan putusan atas permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

MK menegaskan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan