Rabu, 20 Agustus 2025

Korupsi KTP Elektronik

Tinggal di Singapura Sejak 2012, Paulus Tannos Ternyata Berstatus Permanent Residence saat Ditangkap

Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

Editor: Dewi Agustina
tribunnews.com
Tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap. 

"Yang menangani perkara ini kan KPK, jadi inisiatif koordinasinya kan harus dari KPK apa kebutuhannya," pungkas Harli.

Peran Paulus Tannos

Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.

"Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang," kata Saut.

Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri," kata Saut.

Pembagian Fee

Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri. Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan