Pagar Laut 30 Km di Tangerang
Kejagung Dalami Dugaan Korupsi di Kasus Penerbitan SHM dan SHGB Perairan Tangerang
Dari hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, ditemukan sejumlah sertifikat yang berada di luar garis pantai di perairan Tangerang.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami dugaan korupsi di balik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di perairan Tangerang yang dipagari bambu sejauh 30 km lebih.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan Kejaksaan Agung memantau perkembangan dari instansi terkait yang menangani penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di perairan Tangerang tersebut.
"Kami sedang mengikuti secara seksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani," kata Harli saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025).
Meski begitu, Harli mengatakan pihaknya juga melakukan kajian apakah ada dugaan tindak pidana korupsi dalam hal ini.
Pihakny juga melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yg mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor.
Untuk informasi, Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid akhirnya membatalkan sertifikat tanah di kawasan pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dari hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, ditemukan sejumlah sertifikat yang berada di luar garis pantai.
"Secara faktual pada kondisi saat ini terdapat sertifikat yang berada di bawah laut. Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai, serta dokumen lainnya, ditemukan beberapa sertifikat berada di luar garis pantai," kata Nusron usai meninjau pencabutan pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Rabu (22/1/2025).
Nusron mengungkapkan terdapat 280 sertifikat yang ditemukan di kawasan pagar laut yang berada di Desa Kohod. Sertifikat tersebut terdiri dari 263 HGB dan 17 SHM.
Baca juga: Pagar Bambu Ilegal di Pesisir Tangerang, DPR Bingung Mesti Minta Penjelasan ke Siapa
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan jika terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.
"Karena sebagian besar sertifikat ini terbit pada tahun 2022–2023, maka syarat cukup untuk pembatalan terpenuhi," lanjutnya.
Nusron juga menegaskan, dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, tidak boleh ada area yang menjadi privat properti.
Baca juga: Perairan Tangerang Dipagari Bambu, NasDem: Koordinasi di Kementerian Kelautan Perikanan Buruk!
"Oleh karena itu, ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar (garis pantai) adalah cacat prosedur dan cacat material," tuturnya.
Dengan demikian, menurut Nusron, karena letaknya berada di luar garis pantai, SHGB dan SHM itu secara otomatis dicabut dan dibatalkan status hak atas tanahnya.
Pagar Laut 30 Km di Tangerang
Kejagung Kembali Terima Pelimpahan Berkas Perkara Kasus Pagar Laut Tangerang Dari Bareskrim Polri |
---|
Anggota DPR Harap Polri dan Kejaksaan Sepaham agar Kasus Pagar Laut di Tangerang Temui Titik Terang |
---|
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo Hormati Penangguhan Penahan Kades Kohod |
---|
Politisi PKS Sesalkan Penangguhan Penahanan Kades Kohod Arsin Bin Asip |
---|
Warga Kecewa Kades Kohod Arsin Dibebaskan dari Tahanan, Desak Kasus Pagar Laut Tangerang Dilanjutkan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.