Tak Jelasnya Penerapan UU TNI Berkaca Ditunjuknya Mayjen Novi Helmy Jadi Dirut Bulog
Penunjukkan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya menjadi Dirut Bulog oleh Erick Thohir menjadi wujud tidak jelasnya penerapan Pasal 47 ayat 2 UU TNI.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Sementara bunyi Pasal 47 ayat 2 UU TNI adalah:
"Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung," demikian bunyi dari pasal tersebut.
Dengan mengacu dari pasal tersebut, Feri menegaskan penunjukkan Novi menjadi Dirut Bulog telah melanggar karena Bulog tidak masuk sebagai lembaga yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan.
"Undang-undang TNI membuka ruang militer untuk menjabat di jabatan sipil, sepanjang itu jabatan yang sudah ditentukan di pasal 47 UU TNI. Di luar itu tidak bisa, dan Bulog bukanlah salah satunya (yang termasuk diperbolehkan)," kata Feri.
Pemerintah Diduga Anggap Bulog Masuk Urusan Ketahanan soal Pangan
Sementara, menurut pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, penunjukkan Novi menjadi Dirut Bulog diduga lantaran adanya anggapan dari pemerintah bahwa Bulog masuk sebagai lembaga yang mengurusi terkait ketahanan khususnya pangan.
Sehingga, sambung Fahmi, ketahanan pangan dianggap beririsan dengan keahlian prajurit TNI seperti Novi dalam dunia militer.
"Karena itu, penempatan prajurit aktif di posisi tersebut mungkin dipandang sebagai langkah strategis untuk memanfaatkan kecakapan, kedisiplinan, dan pengalaman militer dalam mengelola hal-hal yang berkaitan dengan ketahanan negara," kata Khairul kepada Tribunnews.com, Senin pagi.
Kendati demikian, Khairul menegaskan bahwa prajurit TNI aktif seperti Novi seharusnya mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum menjabat di lembaga sipil seperti Bulog demi tidak terganggunya profesionalitas TNI.
"Selain itu, hal ini berpotensi mengganggu netralitas TNI, yang pada akhirnya dapat memengaruhi independensi dan objektivitas TNI dalam menjalankan tugas-tugas utamanya," tutur Khairul.
Namun, Khairul menjelaskan praktek semacam ini sudah bukan barang baru sejak era pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini, ujarnya, menjadi wujud ketidakjelasan dalam pelaksanaan aturan yang ada, khususnya terkait penerapan UU TNI.
Khairul mengatakan jika pemerintah merasa bahwa perlunya adanya keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, maka seharusnya revisi Pasal 47 UU TNI memang perlu dilakukan.
Dia menegaskan hal tersebut perlu dilakukan demi memberikan kejelasan terkait landasan hukum ketika pemerintah menunjuk prajurit aktif menduduki jabatan sipil.
"Kalau keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, khususnya di BUMN, diproyeksikan terus berkembang, maka penting untuk melakukan perubahan atau penyesuaian terhadap aturan hukum yang ada, terutama dalam rangka memberikan dasar hukum yang lebih jelas dan mengakomodasi kebutuhan negara," ujar dia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Gita Irawan)(Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.