Sabtu, 23 Agustus 2025

Jeritan Hati Ibu yang Anaknya Diambil Paksa 5 Tahun Lalu, Kini Menantikan Kehadiran Negara

Di jembatan kawasan Kasablanka Jakarta, tiba-tiba mobil yang ditumpangi anaknya itu diberhentikan oleh oknum polisi bermotor.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita Irawan
PENCULIKAN ANAK - Sejumlah ibu dan ahli pidana menghadiri Diskusi bertajuk Penculikan Anak Oleh Orang Tua Kandung: Di Mana Keadilan Negara? digelar di sebuah kafe di kawasan Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat pada Selasa (11/2/2025) pagi. Salah satu korban, Angelia Susanto (berkaus merah), memohon kehadiran negara atas penculikan anak oleh orang tua kandung yang menimpa dirinya. 

"Mamanya akan membalik surga dan neraka demi untuk menemukan dia. Hanya itu saja. Dan saya berharap dengan teman-teman media, mungkin pemerintah kita akan bergerak. Supaya kasus yang seperti ini bisa ditangani," lanjut dia mencoba tegar.

Baca juga: Motif Penculikan dan Pembunuhan Mantan Anggota TNI di Sumut, Serka Holmes Diduga Pelaku Utama

Negara Harus Segera Tindaklanjuti Putusan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya terhadap permohonan yang diajukan Angelia Susanto dkk, telah menegaskan penculikan anak oleh orang tua kandung merupakan tindak pidana

Hal itu tertuang dalam putusan terhadap pengujian materiil Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945 yang diucapkan pada Kamis (26/9/2024).

Permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 140/PUU-XXI/2023.

Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara (Binus) Dr Ahmad Sofian negara harus segera menindaklanjuti putusan MK tersebut.

Hal itu, lanjut dia, karena putusan MK tersebut tidak akan berlaku lagi setelah KUHP baru akan mulai dijalankan awal tahun 2026 mendatang mengingat pasal yang diuji adalah Pasal 330 ayat (1) KUHP yang berlaku hanya sampai tahun ini.

Bahkan, kata dia, setelah keputusan MK tersebut diucapkan dan berlaku, putusan otu belum ditaati karena negara belum menindaklanjutinya hingga saat ini.

Ia memandang, seharusnya pemerintah segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 juncto UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pemerintah, menurutnya, harus segera memasukkan ketentuan yang menyatakan bahwa membawa lari anak yang dilakukan oleh salah satu orang tua kandung di mana dia bukan pemegang hak asuh anak berdasarkan keputusan pengadilan adalah kejahatan atau tindak pidana, melalui revisi UU tersebut.

"Karena itu kami, saya sebagai ahli hukum pidana menyatakan bahwa pemerintah Prabowo yang sekarang ini harus segera melakukan revisi terhadap undang-undang perlindungan anak 35/ 2014 dan 23/2002 untuk memasukkan ketentuan itu," kata Sofian di sebuah kafe di kawasan Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat pada Selasa (11/2/2025).

Selain itu, lanjut dia, Mahkamah Agung juga perlu menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang tata cara melaksanakan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tentang hak asuh anak.

Hal tersebut karena menutnya selama ini pemegang hak asuk anak hanya menang di atas kertas dalam banyak kasus.

Menurut Sofian, salah satunya, karena pengadilan tidak bisa melaksanakan eksekusi atas keputusan pengadilan yang berkekuatan tetap terkait hal tersebut.

Ia mencontohkan bila hak asuh anak dimenangkan oleh ibu di pengadilan sampai tingkat MA namun anak masih berada di tangan bapak. 

Si ibu kemudian meminta kepada pengadilan agar memindahkan anak tersebut kepadanya.

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan