Masyarakat Sipil Bersurat ke Komisi III DPR, Sampaikan 8 Poin Krusial Terkait Revisi KUHAP
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), mendatangi Komisi III DPR RI, sampai 8 poin krusial.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
Kelima, perlu ada perbaikan pengaturan mengenai upaya paksa, seperti banding, kasasi, peninjauan kembali atau kasasi demi kepentingan hukum.
Keenam, perlu juga ada mekanisme komplain atau keberatan ketika masyarakat, atau orang-orang yang berhadapan dengan hukum mengalami pelanggaran hukum acara atau pelanggaran HAM.
"Karena kami pandang selama ini, praperadilan belum menjadi wadah kontrol yang jelas dan berorientasi pada keadilan," ucapnya.
Ketujuh, perlu ada penguatan dan perbaikan penjaminan hak-hak korban, bakin hak-hak yang bersifat prosedural seperti hak atas informasi perkembangan perkara.
Kedelapan, hak agar perkaranya ditindaklanjuti oleh penegak hukum maupun hak bagi korban untuk mendapatkan pemulihan.
Berdasarkan substansi tersebut, Masyarakat Sipil meminta dua hal kepada Komisi III DPR RI maupun Badan Keahlian Setjen DPR RI.
"Pertama, pembahasan KUHAP harus berorientasi pada perbaikan fundamental terkait dengan sistem peradilan pidana. Jadi bukan hanya revisi semu, yang hanya untuk mengoperasionalisasikan KUHP nasional di 2025 nanti, tapi harus betul-betul berorientasi pada perbaikan sistem peradilan pidana, mampu menjawab tantangan zaman dan menjawab kebutuhan masyarakat terkait sistem peradilan pidana," katanya.
"Kedua, upaya pembaruan KUHAP bagi kami tidak akan mendapat manfaat apapun bagi masyarakat apabila dirumuskan tanpa ada partisipasi publik secara bermakna sehingga proses pembahasan di sepanjang Prolegnas 2025 ini harus dibuka seluas-luasnya kepada publik, harus mengadopsi apa yang menjadi aspirasi publik untuk menjawab tantangan tadi," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.