Kepastian Hukum di Indonesia Dipertanyakan Imbas Lambatnya Proses Hukum Skandal Investasi Sekuritas
Skandal ini tidak hanya timbulkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan sektor jasa keuangan
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan penipuan investasi yang melibatkan PT Kresna Sekuritas kembali menjadi sorotan publik.
Lambatnya proses hukum serta ketidakpastian bagi ratusan investor yang menjadi korban menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan Indonesia dalam menindak kejahatan finansial berskala besar.
Baca juga: OJK Bakal Ajukan Banding soal Putusan PTUN atas Sanksi Kresna Asset Management
Skandal ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan sektor jasa keuangan di Indonesia.
PT Kresna Sekuritas, anak usaha dari Kresna Group, diduga melakukan manipulasi dana nasabah melalui program equity link agreement serta jual beli gadai saham sejak 2017.
Baca juga: Tempuh Kasasi, OJK: Izin Usaha Kresna Life Dicabut Untuk Lindungi Konsumen
Modus ini berhasil menghimpun dana sebesar Rp337,4 miliar dari para investor. Namun, sejak 2020, investor tidak lagi menerima imbal hasil, dan dana mereka diduga digunakan tanpa sepengetahuan nasabah. Kasus ini pertama kali mencuat pada 2022, ketika Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka, termasuk Michael Steven, pemilik Kresna Group, sebagai tersangka pada September 2023.
Pengamat hukum Denny Indrayana menyoroti bahwa kasus ini mencerminkan modus lama yang seharusnya dapat diantisipasi oleh otoritas terkait.
Dia menjelaskan, dalam kasus Kresna Life, terjadi modus ultimate beneficial owner atau yang populer disebut dengan modus Ali Baba, di mana pemilik sebenarnya tidak tampak di permukaan, sementara orang lain dijadikan boneka untuk menjalankan perusahaan.
"Ada sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat pemilik manfaat sebagai pelaku kejahatan korporasi, seperti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019," ujarnya dalam sebuah diskusi daring bertema "Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan", beberapa waktu lalu.
Meski telah ada penetapan tersangka, langkah hukum selanjutnya justru terasa lamban. Investor yang menjadi korban mengeluhkan minimnya transparansi dan kepastian mengenai pengembalian dana mereka.
Investigasi terhadap keuangan Kresna Group juga mengungkap dugaan praktik pencucian uang dan aliran dana yang rumit, yang menyulitkan proses penyidikan.
Ironisnya, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Michael Steven masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Hal ini menimbulkan keprihatinan mengenai efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan.
Sementara itu, Fernandes Raja Saor, kuasa hukum salah satu korban, mengungkapkan pola kejahatan yang dilakukan Kresna Sekuritas bersifat sistemik dan mengeksploitasi kepercayaan nasabah.
Menurut Fernandes, Kresna Sekuritas juga terindikasi melakukan manipulasi dokumen, seperti pemberian surat kuasa dengan tanggal mundur (backdated) dan perjanjian jual beli saham yang tidak pernah diperintahkan oleh nasabah.
"Kepercayaan adalah kunci dalam dunia investasi. Namun, kasus ini membuktikan bahwa pengawasan terhadap praktik investasi masih perlu diperketat untuk mencegah korban-korban lainnya," tegas Fernandes.
Kini Sibuk Mempercantik Diri usai Viral, Lisa Mariana Tegaskan Tetap Patuh pada Proses Hukum |
![]() |
---|
Gubernur Kalimantan Selatan Muhidin Respons Pernyataan Denny Indrayana soal Hasil PSU Banjarbaru |
![]() |
---|
Datangi Mapolda Metro, Keluarga Korban Jurnalis Tewas di Jakbar Minta Semua Pihak Ikuti Proses Hukum |
![]() |
---|
Jimmy Masrin Siap Patuhi Proses Hukum di KPK |
![]() |
---|
Kades Kohod Arsin Jadi Tersangka, Pengacara Pastikan Kliennya Bakal Kooperatif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.