Kasus Korupsi Minyak Mentah
Terungkap, Pengoplosan Pertamax Dilakukan di Perusahaan Milik Anak Pengusaha Minyak Riza Chalid
Kejagung sebut pengoplosan Pertamax dengan minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha

TRIBUNNEWS.COM - Pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak yang kualitasnya lebih rendah, dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR).
Adapun, pengoplosan itu terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ.
Hal ini terungkap saat Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
“Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90."
"Agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Qohar menjelaskan, Kerry Ardianto juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
Akibat mark up tersebut, PT Pertamina Patra Niaga harus mengeluarkan biaya atau fee senilai 13-15 persen secara melanggar hukum yang akhirnya memberikan keuntungan bagi tersangka MKAR dan tersangka DW.
Sejauh ini, Kejagung diketahui sudah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah tersebut.
Baca juga: Masyarakat Bisa Gugat dan Minta Ganti Rugi ke Pertamina Jika Pertamax yang Beredar Oplosan Pertalite
Berikut daftar lengkap sembilan tersangka:
- Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina International
- Yoki Firnandi (YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono (AP) selaku Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
- Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
- Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
- Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga
- Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga
Atas perbuatan sembilan tersangka ini, negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peran 2 Tersangka Baru dalam kasus kasus korupsi Pertamina
Qohar juga menjelaskan secara rinci peran Maya dan Edward dalam kasus korupsi Pertamina tersebut.
Maya dan Edward disebutkan melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah dengan harga RON 92 dengan persetujuan Direktur Utama atau Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.
“Kemudian tersangka Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending (mencampur) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” jelas Qohar, dilansir Kompas.com.
Pembelian tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.