Kasus Korupsi Minyak Mentah
Kerugian Warga Imbas Pertamax Oplosan 2018-2023 Ditaksir Rp47,6 M Per Hari, 5 Tahun Rugi Rp84 T
Celios mengatakan kerugian masyarakat akibat pengoplosan Pertamax mencapai Rp47,6 miliar per hari. Bahkan, jumlah itu belum dengan kerugian kerusakan.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp47,6 miliar per hari akibat pengoplosan RON 92 (Pertamax) oleh para tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga yang disebut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dilakukan pada periode 2018-2023.
Adapun hitung-hitungan ini dilakukan oleh lembaga kajian ekonomi dan hukum, Center of Economic and Law Studies (Celios).
Hal ini disampaikan oleh Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).
"Kita hitung per hari ada sekitar Rp 47,6 miliar kerugian konsumen yang diakibatkan adanya pengoplosan ataupun blending dari 90 dia menjadi dijual dengan harga Pertamax," ujar Huda.
Sehingga, jika hitung-hitungan Celios tersebut direrata dalam sebulan, maka masyarakat mengalami kerugian sebesar Rp 1,4 triliun akibat pengoplosan Pertamax.
Lalu, ketika dijumlahkan dalam waktu setahun dengan asumsi bahwa setiap bulan 30 hari, maka kerugian masyarakat mencapai Rp17,1 triliun.
Kemudian, saat dihitung selama lima tahun berdasarkan pernyataan Kejagung bahwa pengoplosan dilakukan selama 2018-2023, maka masyarakat merugi hingga Rp84 triliun.
Huda pun berharap agar Kejagung tidak hanya berfokus menghitung kerugian negara imbas kasus mega korupsi tersebut.
Namun, dia meminta agar Kejagung turut melakukan penghitungan kerugian yang dialami masyarakat.
Baca juga: Rumah Bos Pertamina Shipping di Bintaro Sunyi Senyap, Ada Dua Perempuan Cantik Muncul
Pasalnya, Huda mengatakan kerugian yang dialami masyarakat tidak hanya berbentuk ekonomi saja, tetapi juga kerusakan kendaraan.
"Pertamina mempunyai stand paling tinggi 89 persen, ini kalau kita lihat konsumsinya secara total di tahun 2023 itu ada 5,4 juta kiloliter," tutur Huda.
Dia juga menjelaskan hitung-hitungan yang dilakukan Celios belum termasuk kerugian akibat kerusakan mesin kendaraan yang dimiliki.
"Belum kita hitung untuk mesin yang rusak dan sebagainya, ini cuma hitung dari konsumen loss-nya saja," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan, mengatakan masyarakat berhak untuk memperoleh ganti rugi buntut dugaan pengoplosan Pertamax.
Fadhil menuturkan pihaknya dan Celios pun bakal membuka posko aduan bagi masyarakat yang dirugikan.
”Masyarakat berhak untuk mendapatkan pemulihan, mulai dari ganti rugi hingga kompensasi,” kata Fadhil.
Dia mengatakan setidaknya masyarakat berhak atas informasi yang lengkap dan jelas atas praktik pengoplosan minyak jenis RON 92 atau pertamax dengan RON 90 atau pertalite.
"Kemudian ada barang atau jasa yang tidak sesuai nilai tukar atau nilai tambah, yang mana itu seharusnya dijamin kualitasnya dan dijamin penyediaan bagi masyarakat," jelasnya.
Adapun posko aduan ini sudah dapat diakses secara daring sejak tanggal 26 Februari dengan mengakses laman resmi LBH Jakarta. Per hari ini aduan daring dapat dilakukan dengan mendatangi langsung Kantor LBH Jakarta.
Fadhil membeberkan, mereka sudah menerimaa 426 aduan secara luring hingga hari ini. Nantinya aduan itu bakal jadi bahan yang mereka bawa untuk tindak lanjut melalui langkah hukum ke pengadilan.
Kejagung: Kerugian Negara Rp193,7 T hanya Tahun 2023, Prakiraan Total Rp968,5 T
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023 saja.
Harli menyebut tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi (tipikor) untuk tahun 2018-2023 terkait total kerugian negara belum dihitung.
Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.
Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.
"Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).
Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.
"Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan besar kerugian negara," katanya.
Harli menyebut pihaknya saat ini juga tengah berfokus untuk menghitung kerugian negara dari tahun 2018-2023 terkait kasus mega korupsi ini.
Dia mengatakan penyidik Kejagung turut menggandeng ahli untuk melakukan perhitungan kerugian negara.
"Kita ikuti perkembangnya nanti," ujarnya singkat.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Dennis Destryawan/Mario Christian Sumampow)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.