Kasus Suap di Ditjen Pajak
Dalami Setoran ke Kakanwil Pajak untuk Fashion Show Anak, Bos KSO Summarecon Serpong Diperiksa KPK
Selain bos KSO Summarecon Serpong, penyidik KPK juga memeriksa saksi Shitta Amalia selaku PNS KPP PMA 6 Ditjen Pajak terkait kebijakan permintaan dana
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur KSO Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, sebagai saksi kasus dugaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Selasa (4/3/2025).
Sharif diperiksa terkait aliran uang kepada mantan pejabat pajak Muhammad Haniv yang kini telah ditahan KPK.
"Saksi hadir didalami terkait dengan aliran dana ke tersangka," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam pernyataannya, Selasa.
Selain bos KSO Summarecon Serpong, penyidik KPK juga memeriksa saksi Shitta Amalia selaku PNS KPP PMA 6 Ditjen Pajak terkait kebijakan permintaan dana untuk fashion show.
"Saksi hadir didalami terkait dengan kebijakan permintaan dana untuk fashion show," ujar Tessa.
Penyidik KPK semestinya juga memeriksa saksi Sugianto Halim selaku Direktur PT Prima Konsultan Indonesia. Namun, Sugianto urung hadir.
Baca juga: Kejagung Bantah Kabar Isi Dokumen Kasus Minyak Mentah Pertamina yang Disita Penyidik Bocor ke Publik
KPK telah menetapkan Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
Surat perintah penyidikan (sprindik) penetapan tersangka Haniv diterbitkan pada Rabu, 12 Februari 2025.
Haniv belum ditahan KPK, tetapi komisi antikorupsi sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melarang dia bepergian ke luar negeri.
Modus Operandi Gratifikasi Fashion Show Anak Pejabat Pajak
Sejak tahun 2011, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Banten. Pada tahun 2015–2018, Muhammad Haniv kemudian menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan bahwa Muhammad Haniv memiliki anak bernama Feby Paramita yang mempunya latar belakang pendidikan mode.
Sejak tahun 2015, Feby memiliki usaha fashion show brand untuk pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv dan berlokasi di Victoria Residence, Karawaci, Tangerang, Banten.
"Selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, tersangka HNV diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya," kata Asep dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Baca juga: BREAKING NEWS: Nikita Mirzani Ditahan Polisi Atas Kasus Pemerasan dan Pencucian Uang Dokter Gladys
Perkara diawali pada 5 Desember 2016, Haniv mengirimkan surat elektronik/e-mail kepada Yul Dirga (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3) berisi permintaan untuk dicarikan sponsorship fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan 13 Desember 2016.
Permintaan ditujukan kepada “2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja” dan pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan sejumlah Rp150 juta.
"Atas e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Febby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta," ujar Asep.
Asep mengungkapkan, periode 2016–2017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI 486301003762502 milikFeb y Paramita terkait dengan pelaksanaan seluruh fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387 juta. Sementara yang berasal dari bukan wajib pajak sebesar Rp417 juta.
"Seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv adalah sebesar Rp804 juta di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang sponsorship untuk kegiatan fashion show (tidak mendapat eksposur ataupun keuntungan lainnya)," tutur Asep.
Gratifikasi Lainnya dan Pencucian Uang

Selain itu, lanjut Asep, pada periode 2014–2022, Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika Serikat (AS) dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi. KPK belum mengungkap identitas Budi Satria Atmadi.
Selanjutnya, Budi melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000 dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.
Kemudian pada periode 2013–2018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui perusahaan valuta asing dan pihak-pihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000.
"Bahwa HNV telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000 dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634," ucap Asep.
Total Dapat Rp21,5 Miliar
Total gratifikasi yang diterima Muhammad Haniv untuk untuk fashion show, transaksi valas, serta pencairan deposito diperkirakan mencapai lebih dari Rp21,5 miliar.
Total dana ini termasuk aliran uang yang diterima untuk acara fashion show anaknya, Feby Paramita, serta sejumlah transaksi valuta asing dan deposito.
Baca juga: Presiden Prabowo Panggil dan Beri Arahan ke Pimpinan KPK di Istana, Setyo Merasa Tak Diintervensi
KPK mengungkapkan bahwa gratifikasi ini dilakukan dengan melibatkan perusahaan dan individu yang terkait dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Potensi Hukuman Berat
Atas perbuatannya, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Muhammad Haniv berpotensi hukuman pidana penjara berat.
KPK terus mengembangkan penyidikan ini dan memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum, meskipun mereka memiliki kedekatan dengan pejabat tinggi atau lembaga negara.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
korupsi
pajak
Muhammad Haniv
Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus
Summarecon Serpong
Sharif Benyamin
ai optimized
Kasus Suap di Ditjen Pajak
Menguak Bisnis Fashion Milik Putri Eks Pejabat Pajak, Dipasok Uang Gratifikasi yang Diterima Ayahnya |
---|
KPK Ungkap Eks Pejabat Ditjen Pajak Tersangka Gratifikasi Minta Uang ke Mitra Adiperkasa |
---|
Kasus Gratifikasi di Ditjen Pajak, KPK Panggil General Manager Mitra Adiperkasa |
---|
Harta Muhammad Haniv saat Jabat Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Capai Rp19,4 M, Punya 2 Mercy |
---|
Sosok Feby Paramita, Punya Usaha Fesyen Terseret Kasus Ayah Gratifikasi Rp21 M dari Wajib Pajak |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.