Jumat, 22 Agustus 2025

Lanjut atau Tidaknya Kontrak TPP Sepenuhnya Kewenangan Kemendes

Juanda mengemukakan, dari aspek TPP, gerakan memperjuangkan hak dan kebenaran harus dilihat sebagai wujud implementasi dari prinsip negara hukum

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto Lanjut atau Tidaknya Kontrak TPP Sepenuhnya Kewenangan Kemendes
Istimewa
TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL - Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Juanda. Mencermati perjuangan para Tenaga Pendamping Profesional (TPP) desa yang kontraknya tidak dilanjutkan pada tahun 2025 oleh Kemendes (Kementerian Desa) perlu disikapi dengan bijak dan objektif.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mencermati perjuangan para Tenaga Pendamping Profesional (TPP) desa yang kontraknya tidak dilanjutkan pada tahun 2025 oleh Kemendes (Kementerian Desa) perlu disikapi dengan bijak dan objektif. 

Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Juanda mengemukakan bahwa dari aspek TPP,  gerakan memperjuangkan hak dan kebenaran harus  dilihat sebagai wujud implementasi dari prinsip negara hukum dan negara demokrasi.

Baca juga: Kena PHK Sepihak Kemendes, TPP Desa Lapor Ombudsman dan Berencana Datangi Istana

Tetapi di sisi lain, dari aspek Kemendes sebagai lembaga pemerintah yang memang secara hukum dan peraturan perundang-undangan memiliki kewenangan untuk mengevaluasi setiap tahun bahkan setiap bulan apakah TPP itu bisa dilanjutkan atau tidak.

"Apalagi kontraknya per tahun artinya setiap saat atau setiap tahun mekanisme evaluasi TPP wajib dilakukan oleh BPSDM Kemendes," ujarnya dikutip pada Jumat (7/3/2025).

Baca juga: Penghentian Sepihak Pendamping Desa, Komisi V DPR: Jangan Karena Like and Dislike

Menurut Prof Juanda evaluasi tersebut tentu dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan dan negara harus berpedoman dan berdasarkan dua hal yaitu :

Pertama, harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Kedua, sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik.
Hal tersebut diatur di dalam Pasal 8 ayat (2) UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Asas-Asas Umum Pemerintahan Baik disingkat dengan AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan," ujarnya.


Selanjutnya untuk menilai sebuah keputusan Pejabat Pemerintahan itu sah atau tidak  berdasarkan Pasal 52 ayat (2) harus sesuai dengan Peraturan Per-UU dan AUPB. 


Kata dia seandainya ketidakberlanjutan kontrak Bagi TPP itu didasarkan  atas semata mata  untuk menegak hukum dan Peraturan Per-UU-an dan atau Asas-Asas Pemerintahan Umum yang baik, serta hasil dari  evaluasi Kepala BPSDM Kemendes dan PDT  maka tidak beralasan secara hukum untuk menyatakan  Keputusan  Kemendes  untuk  tidak melanjutkan kontrak TPP tersebut tidak sah. 


Apakah secara hukum dapat  dikatakan tindakan Ka Badan BPSDM Kemendes dan PDT tidak melanjutkan Kontrak TPP itu masuk dalam kualifikasi  maladminialstrasi sebagaimana yang dinilai oleh para Kelompok TPP?


Prof Juanda mengatakan untuk menilai apakah maladminsitasi atau tidak maka kita harus paham apa makna "Maladministrasi". 

Baca juga: Ribuan Pendamping Desa Dipecat Sepihak, Pertepedesia Siap Gugat ke PTUN


Berpedoman pada Pasal 1 angka 3 UU No.37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI Jo. Peraturan Ombudsman No.58 Tahunn2023 antara lain yang intinya suatu  perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, penyalahgunaan wewenang, lalai dan diskriminatif.


Kemudian selain indikator hukum dan AUPB sebagai pedoman maka dalam hal ini  dapat pula berpedoman pada Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri serta Kontrak yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan Per-UU-an dan AUPB.


"Jika melihat dan membaca  alasan dan dasar di berbagai media nasional  mengapa Ka BPSDM tidak memperpanjang Kontrak tahun 2025 terhadap TPP yang diduga melanggar aturan Pemilu," katanya.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan