Jumat, 26 September 2025

Temuan BPOM di Makanan Takjil Ramadan: Ada Mi dan Kerupuk Mengandung Formalin-Boraks

BPOM seluruh Indonesia dari Sabang hingga Merauke, melakukan pengawasan terhadap keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat.

Editor: Adi Suhendi
BPOM RI
TAKJIL RAMADAN - Kepala BPOM Taruna Ikrar melakukan sidak ke sejumlah pedagang yang menjajakan pangan berbuka puasa (takjil) di Bazar Takjil Ramadan, Bendungan Hilir, Jakarta pada Selasa (11/3/2025). Hasil uji sampel yang dilakukan BPOM melalui Balai Besar POM (BBPOM) di Jakarta tidak mengandung bahan berbahaya sehingga produk pangan yang dijual aman dikonsumsi masyarakat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BPOM seluruh Indonesia dari Sabang hingga Merauke, melakukan pengawasan terhadap keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat.

Pengawasan takjil Ramadan dilakukan sejak 24 Februari 2025 dan akan berlangsung hingga 26 Maret 2025.

Lalu, bagaimana hasil sidak makanan untuk berbuka puasa itu?

Hingga tahap 2 intensifikasi pengawasan pangan (per 5 Maret 2025), BPOM telah melakukan sampling terhadap 592 pedagang di 127 lokasi pengawasan UPT.

Total pangan takjil yang diuji sejumlah 1.221 sampel dengan hasil 1.193 sampel (97,71 persen) memenuhi syarat (MS) dan 28 sampel (2,29 persen) tidak memenuhi syarat (TMS).

Baca juga: BPOM Masih Temukan Penjual Takjil Pakai Bahan Berbahaya, Ini Daftarnya

BPOM menemukan kandungan bahan berbahaya formalin (42,86 persen) pada tahu dan mi basah di Tangerang, Palembang, dan Jakarta Timur.

Kemudian boraks (35,71 persen) ditemukan pada kerupuk dan mi di Lombok Tengah dan Manggarai Barat. 

Selanjutnya rodamin B (21,43 persen) pada kerupuk merah dan bubur pacar cina, terutama di wilayah Rejang Lebong dan Payakumbuh.

Baca juga: Hari Kedua Ramadan, Warga Berburu Takjil Ramadan di Benhil Sejak Siang, Incar Kolak hingga Gorengan

Sementara di Jakarta,  hasil uji sampel yang dilakukan takjil di bazar Ramadan Bendungan Hilir tidak mengandung bahan berbahaya sehingga produk pangan yang dijual aman dikonsumsi masyarakat.

Metode yang diterapkan BPOM terdiri dari dua pendekatan utama, yaitu sampling dan intelijen.

Petugas BPOM turun langsung ke pasar dengan atribut BPOM untuk melakukan sampling atau pengambilan sampel pangan secara acak.

Selain itu, dengan metode intelijen, petugas melakukan pembelian sampel pangan tanpa mengenakan atribut BPOM guna memastikan pemantauan lebih mendalam terhadap produk pangan yang beredar di pasaran.

"Jika ditemukan produk yang mengandung bahan berbahaya, kami akan mengingatkan penjual untuk tidak menjualnya lagi dan memberikan pembinaan kepada pedagang serta UMKM," jelas Kepala BPOM Taruna Ikrar.

Bahan pangan yang mengandung pewarna tekstil rodamin B, yang termasuk dalam bahan berbahaya dan dapat menyebabkan kanker.

"Tes untuk mendeteksi bahan berbahaya ini hanya memerlukan waktu 3–5 menit, bisa dengan cepat menunjukkan hasil positif atau negatif," ungkapnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan