Kamis, 9 Oktober 2025

Kata PDIP Kantor Febri Diansyah Digeledah soal Kasus TPPU SYL: KPK Terus Lakukan Kriminalisasi

PDIP menganggap penggeledahan terhadap kantor Febri Diansyah oleh KPK menjadi wujud kriminalisasi yang dilakukan lembaga anti rasuah.

TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
KATA PDIP - Politisi PDIP Guntur Romli saat diwawancarai khusus oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta, Selasa (14/01/2025). Guntur Romli menanggapi sejumlah pertanyaan terkait kasus yang membelit Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditangani oleh KPK terkait dugaan suap. Guntur menganggap penggeledahan terhadap kantor Febri Diansyah oleh KPK menjadi wujud kriminalisasi yang dilakukan lembaga anti rasuah. Hal ini disampaikannya pada Kamis (20/3/2025). TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM - Politisi PDIP, Mohamad Guntur Romli buka suara terkait penggeledahan di kantor hukum Visi Law Office yang didirikan oleh mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah dan dilakukan penyidik KPK pada Rabu (19/3/2025) kemarin.

Di sisi lain, saat penggeledahan dilakukan, bersamaan dengan Febri menjadi salah satu tim kuasa hukum dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan anggota pergantian antarwaktu (PAW), Harun Masiku.

Terkait hal tersebut, Guntur menduga KPK ketakutan lantaran Febri bergabung menjadi tim hukum Hasto Kristiyanto.

Dia juga menilai penggeledahan yang dilakukan KPK adalah wujud kriminalisasi.

"Kami menduga karena Bang Febri jadi penasehat hukum Mas Hasto, padahal belum juga seminggu. KPK ketakutan karena Bang Febri bergabung. KPK terus melakukan kriminalisasi," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (20/3/2025).

Kendati ada penggeledahan, Guntur mengatakan persiapan proses persidangan terhadap Hasto yang dijadwalkan akan digelar pada Jumat (21/3/2025) besok tidak terganggu secara langsung.

Pasalnya, sambung Guntur, Febri sudah tidak berkantor di Visi Law Office lagi.

"Tidak mengganggu secara langsung (terkait persiapan persidangan Hasto) karena Bang Febri itu sudah tidak di kantor itu lagi."

"Dan Bang Febri juga kan mundur dari penasehat hukumnya SYL dulu," jelasnya.

Baca juga: KPK Ungkap Hasil Temuan dari Penggeledahan Kantor Hukum yang Didirikan Febri Diansyah: Dokumen & BBE

Lebih lanjut, Guntur menganggap penggeledahan kantor Visi Law Office hanya untuk membuat framing opini saja terkait Febri.

Dia mengatakan framing yang dimaksud yaitu agar Febri dianggap terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Ini KPK sedang framing opini saja. Bahwa Bang Febri terkait dengan kasus SYL dan semacam 'teror' KPK ke Bang Febri," pungkasnya.

Sebelumnya, juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan terkait penggeledahan kantor Visi Law Office yang berada di Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Rabu (19/3/2025).

Penggeledahan tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan atau sprindik TPPU terhadap kasus TPPU SYL.

"Benar terkait sprindiknya TPPU tersangka SYL," jelasnya.

Dikutip dari Kompas.com, Tessa mengatakan penyidik membawa sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) saat melakukan penggeledahan.

"Hasil geledah kantor Visi Law dokumen dan BBE," katanya.

Di sisi lain, kasus TPPU SYL diduga dilakukan olehnya selama menjabat sebagai Mentan.

Pada Mei 2024 lalu, penyidik KPK gencar menyita sejumlah aset SYL dan anak buahnya, mulai dari rumah hingga sejumlah mobil. 

Salah satu yang disita adalah mobil Mercedes-Benz Sprinter beserta kunci remot yang ditemukan penyidik di Perumahan Bumi Permata Hijau, Makassar. 

Selain itu, penyidik juga menyita dua unit kendaraan di Perum The Orchid Jalan Orchid Indah, Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Kendaraan dimaksud adalah satu unit mobil New Jimny warna ivory dengan satu buah kunci, serta satu unit motor Honda X-ADV 750 CC warna silver dominan beserta tiga buah kunci.

Selain itu, SYL juga dinyatakan terbukti secara sah 

melakukan pemungutan kepada pejabat di kementerian tersebut dengan total uang Rp44,2 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS). 

Uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga, seperti mencicil kartu kredit, perbaikan rumah, perawatan wajah, hingga aliran dana ke Partai Nasdem senilai miliaran rupiah.

Mahkamah Agung (MA) pun menolak permohonan kasasi yang diajukan eks SYL selaku terdakwa kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Hukuman yang dijatuhkan terhadap SYL tetap berupa 12 tahun penjara sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pada vonis di tingkat banding.

"Tolak kasasi terdakwa dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa," demikian bunyi putusan tersebut dilansir dari situs MA, Jumat (28/2/2025).

"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 ditambah USD30.000," lanjut putusan tersebut.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Willy Widianto)(Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved