Rabu, 10 September 2025

Pakar Hukum Dukung Terdakwa Ted Sioeng Ajukan Banding dan Lapor ke Komisi Yudisial

Abdul Fickar Hardjar, berpendapat bahwa seseorang yang telah dijatuhi sanksi perdata, tidak bisa dijatuhi hukuman pidana.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Ist
VONIS TED SIEONG - Majelis hakim saat membacakan amar putusan kasus penipuan terkait peminjaman kredit ke PT Bank Mayapada Internasional Tbk, dengan terdakwa Ted Sioeng, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, rabu (12/3/2025). Dalam sidang tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara tiga tahun kepada pengusaha Ted Sieong yang mengikuti sidang secara daring karena dirawat di rumah sakit.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam perkara dugaan penipuan dan/atau penggelapan, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun kepada terdakwa Ted Sioeng. 

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, mengingat yang bersangkutan sebelumnya telah lebih dulu disanksi pailit.

Akan hal itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hardjar, berpendapat bahwa seseorang yang telah dijatuhi sanksi perdata, tidak bisa dijatuhi hukuman pidana.

"Jika sudah digugat secara perdata, seharusnya tidak bisa lagi dipidanakan," ungkap Abdul Fickar pada Selasa (25/3/2025).

Meski demikian, jelasnya, kasus seperti itu memang bisa saja terjadi dengan klausul pelaporan sebagai tindak penggelapan atau penipuan. 

Hal senada juga diungkapkan Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn), Ito Sumardi. 

Baca juga: Kuasa Hukum Ted Sioeng Bakal Laporkan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan ke KY, MA, dan DPR

Dirinya menyebut, kasus perdata dapat berubah menjadi pidana jika terdapat unsur tindak pidana dalam perbuatan yang disengketakan. 

Ia menjelaskan, hukum perdata mengatur hak dan kewajiban antarindividu, sedangkan hukum pidana melibatkan pelanggaran norma hukum yang merugikan masyarakat luas.

"Namun tidak semua pelanggaran perdata dapat dipidanakan. Proses pidana hanya berlaku jika memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.

Menurutnya, kasus perdata yang telah diputus pailit dapat dilaporkan sebagai pidana jika terdapat unsur tindak pidana dalam perbuatan debitur nya seperti penggelapan (Pasal 372 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), atau pengalihan aset secara melawan hukum, maka hal tersebut dapat diproses secara pidana meskipun sudah ada putusan pailit.

"Contohnya jika debitur menggunakan harta pailit untuk kepentingan pribadi atau membayar pihak tertentu tanpa persetujuan kurator. Harta pailit yang telah disita secara umum oleh kurator tetap dapat disita untuk kepentingan penyidikan pidana jika terkait tindak pidana. Namun, hal ini sering menimbulkan konflik hukum antara sita umum kepailitan dan sita pidana," tutur Ito.

Jika putusan pidana dianggap tidak sesuai, kata dia, Mahkamah Agung (MA) memiliki peran dan mekanisme untuk menanganinya. 

MA, lanjutnya, dapat mengoreksi kesalahan penerapan hukum atau kekeliruan dalam putusan pengadilan tingkat bawah melalui proses kasasi. 

"Tujuan kasasi adalah memastikan keseragaman hukum dan menciptakan hukum baru jika diperlukan," kata Ito.

Pernyataan itu pun diperkuat oleh Abdul Fickar. Di mana nantinya MA dalam proses Kasasi memiliki kewenangan untuk menganulir sanksi pidana yang dijatuhkan. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan