Revisi KUHAP
DPN LKPHI Soroti Risiko Konflik Antarpenegak Hukum dalam Revisi KUHAP
RKUHAP dinilai berpotensi mengganggu keharmonisan sistem peradilan pidana dan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), dinilai berpotensi mengganggu keharmonisan sistem peradilan pidana dan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum.
Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Lembaga Kajian dan Peduli Hukum Indonesia (LKPHI), Ismail, menyebut bahwa meskipun konsep RKUHAP mengusung prinsip integrated criminal justice system, pada praktiknya relasi antar kepolisian dan kejaksaan masih belum mencerminkan integrasi.
LKHPI adalah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang advokasi dan bantuan hukum bagi masyarakat, khususnya mereka yang mengalami persoalan hukum dan berasal dari kelompok kurang mampu.
“Pembagian tugas antara penyelidikan dan penyidikan yang secara umum menjadi kewenangan Kepolisian dengan penuntutan yang diemban Kejaksaan, harus ditetapkan secara tegas dan tidak multitafsir,” kata Ismail selepas diskusi publik DPN LKPHI di Hotel Sopyan Tebet Jakarta Selatan yang dihadiri oleh 20 orang pengurus DPN LKPHI dan aktivis mahasiswa, Kamis (21/8/2025).
Ia menyoroti Pasal 12 Ayat 11 RKUHAP yang memberi kewenangan masyarakat untuk melaporkan langsung ke kejaksaan jika dalam 14 hari laporan mereka tidak ditindaklanjuti kepolisian.
“Ketentuan ini berisiko menimbulkan dualisme kewenangan antara penyidik kepolisian dan kejaksaan,” ucapnya.
Selain itu, Ismail juga memperingatkan potensi masalah serius dari ketentuan Pasal 7 Ayat (5) dan Pasal 20 Ayat (2) RKUHAP, yang memasukkan TNI dalam ranah penyidikan pidana umum.
Meski demikian, ia memberikan apresiasi atas penguatan peran advokat, terutama terkait hak pendampingan di setiap tingkat pemeriksaan.
“Kami berharap setiap lembaga diberikan peran dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan untuk menjaga akuntabilitas serta mencegah intervensi yang tidak semestinya,” pungkas Ismail.
DPR dan pemerintah diketahui telah merampungkan pembahasan 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP hanya dalam dua hari.
Pembahasan dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP dimulai Rabu (9/7/2025) dan selesai Kamis (10/7/2025).
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedang menjadi sorotan besar di Indonesia karena menyangkut sistem peradilan pidana dan pemberantasan korupsi.
Komisi III DPR RI tengah membahas RUU KUHAP dalam masa sidang 2025–2026, dan prosesnya melibatkan berbagai pihak seperti KPK, Komnas HAM, LSM, akademisi, dan BEM.
Baca juga: Wamenkum: RUU KUHAP Akan Dibahas di Masa Sidang Ini, Kita Menunggu Jadwal dari DPR
Tujuan Revisi KUHAP
- Menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman dan KUHP baru
- Menjamin due process of law yang lebih adil dan transparan
- Memperkuat hak-hak tersangka dan terdakwa
- Memberikan peran lebih besar kepada advokat dalam sistem peradilan (*)
Revisi KUHAP
Habiburokhman Tak akan Kecewa Jika RKUHAP Gagal Disahkan: Di Politik Itu Bukan Soal Baper-baperan |
---|
Ketua Komisi III DPR Nilai Tarik Menarik Kepentingan Aparat Penegak Hukum dalam RKUHAP Hal Wajar |
---|
Habiburokhman Bantah Pernyataan KPK yang Sebut Penyelidik dalam RUU KUHAP Hanya Berasal dari Polri |
---|
Komisi III DPR Bakal Undang KPK, Habiburokhman Tegaskan RUU KUHAP Tak Lemahkan Pemberantasan Korupsi |
---|
Demo Tolak RUU KUHAP, Koalisi Sipil: Paradigmanya Masih Otoriter |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.