Pakar Hukum Dukung Terdakwa Ted Sioeng Ajukan Banding dan Lapor ke Komisi Yudisial
Abdul Fickar Hardjar, berpendapat bahwa seseorang yang telah dijatuhi sanksi perdata, tidak bisa dijatuhi hukuman pidana.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam perkara dugaan penipuan dan/atau penggelapan, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun kepada terdakwa Ted Sioeng.
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, mengingat yang bersangkutan sebelumnya telah lebih dulu disanksi pailit.
Akan hal itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hardjar, berpendapat bahwa seseorang yang telah dijatuhi sanksi perdata, tidak bisa dijatuhi hukuman pidana.
"Jika sudah digugat secara perdata, seharusnya tidak bisa lagi dipidanakan," ungkap Abdul Fickar pada Selasa (25/3/2025).
Meski demikian, jelasnya, kasus seperti itu memang bisa saja terjadi dengan klausul pelaporan sebagai tindak penggelapan atau penipuan.
Hal senada juga diungkapkan Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn), Ito Sumardi.
Baca juga: Kuasa Hukum Ted Sioeng Bakal Laporkan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan ke KY, MA, dan DPR
Dirinya menyebut, kasus perdata dapat berubah menjadi pidana jika terdapat unsur tindak pidana dalam perbuatan yang disengketakan.
Ia menjelaskan, hukum perdata mengatur hak dan kewajiban antarindividu, sedangkan hukum pidana melibatkan pelanggaran norma hukum yang merugikan masyarakat luas.
"Namun tidak semua pelanggaran perdata dapat dipidanakan. Proses pidana hanya berlaku jika memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Menurutnya, kasus perdata yang telah diputus pailit dapat dilaporkan sebagai pidana jika terdapat unsur tindak pidana dalam perbuatan debitur nya seperti penggelapan (Pasal 372 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), atau pengalihan aset secara melawan hukum, maka hal tersebut dapat diproses secara pidana meskipun sudah ada putusan pailit.
"Contohnya jika debitur menggunakan harta pailit untuk kepentingan pribadi atau membayar pihak tertentu tanpa persetujuan kurator. Harta pailit yang telah disita secara umum oleh kurator tetap dapat disita untuk kepentingan penyidikan pidana jika terkait tindak pidana. Namun, hal ini sering menimbulkan konflik hukum antara sita umum kepailitan dan sita pidana," tutur Ito.
Jika putusan pidana dianggap tidak sesuai, kata dia, Mahkamah Agung (MA) memiliki peran dan mekanisme untuk menanganinya.
MA, lanjutnya, dapat mengoreksi kesalahan penerapan hukum atau kekeliruan dalam putusan pengadilan tingkat bawah melalui proses kasasi.
"Tujuan kasasi adalah memastikan keseragaman hukum dan menciptakan hukum baru jika diperlukan," kata Ito.
Pernyataan itu pun diperkuat oleh Abdul Fickar. Di mana nantinya MA dalam proses Kasasi memiliki kewenangan untuk menganulir sanksi pidana yang dijatuhkan.
"Jika perkara pidananya sampai kasasi, maka MA bisa meluruskan dan memutuskan itu sebagai perdata," ujarnya.
Langkah selanjutnya yakni peninjauan kembali (PK) jika putusan telah berkekuatan hukum tetap.
Lebih lanjut Ito menjabarkan, dalam perkara ini, Komisi Yudisial (KY) juga memiliki peran untuk mengawasi perilaku hakim.
"Jika ada indikasi pelanggaran kode etik atau perilaku tidak profesional dalam proses pengadilan, KY dapat memeriksa hakim terkait. Namun, KY tidak memiliki kewenangan untuk mengubah putusan pengadilan," tuturnya.
Dengan demikian, jika putusan pidana dianggap tidak sesuai, langkah yang dapat diambil adalah mengajukan kasasi atau PK ke MA, serta melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim ke KY jika relevan.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Faisal Santiago, mengatakan dalam perkara ini majelis hakim diingatkan untuk mempertimbangkan berbagai faktor dalam mengambil keputusan sidang.
Termasuk sanksi perdata yang telah dijatuhkan terlebih dahulu, hingga masalah kesehatan terdakwa.
"Jadi pertimbangan hakim untuk mengambil keputusan kalau jaksa yang menuntut," katanya.
Seperti diketahui, majelis hakim menjatuhi hukuman 3 tahun penjara kepada Ted Sioeng atas dugaan tindak pidana penipuan terkait peminjaman kredit ke Bank Mayapada, yang menyebabkan kerugian sebesar Rp133 miliar. Perkara ini diatur dalam Pasal 378 KUHP.
Pihak Ted Sioeng melalui kuasa hukumnya mengatakan, penuntut umum juga mengesampingkan fakta bahwa Ted Sioeng telah membayar uang Rp70 miliar dari total Rp203 miliar yang dituduhkan digelapkan oleh kliennya.
Tak hanya itu saja, tuntutan itu juga menunjukan bila penuntut umum mengesampingkan rasa kemanusiaan dalam menyusun tuntutan itu.
Sebab, saat ini, kliennya sudah berusia 80 tahun dan memiliki gangguan kesehatan.
Di persidangan, Ted Sioeng sendiri mengaku heran dengan proses hukum yang dijalaninya saat ini.
Dia masih saja dilaporkan secara pidana selaku kreditur.
Padahal, Ted sebagai debitur sudah melunasi utang piutang sebesar Rp70 miliar.
Herannya lagi, Ted yang memiliki kelompok usaha Sioengs Group sudah dipailitkan di Pengadilan Niaga hingga memiliki putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Perkara yang dihadapinya di meja hijau ini terkait uang Rp70 miliar yang dicantumkan sebagai pinjaman dari Bank Mayapada untuk 135 unit rumah di Taman Buah, Jawa Barat.
Padahal, Ted mengaku sudah memiliki 135 unit rumah di Taman Buah itu sejak tahun 2008. Pada tahun 2012, rumah tersebut dijual kepada Benny Tjokro.
MA Setuju KY Bisa Awasi Persidangan Tertutup, Albertina Ho Ingatkan Soal Kerahasiaan |
![]() |
---|
KY Kini Berwenang Rekam Audio Sidang Tertutup: Kasus Asusila, Cerai hingga Rahasia Negara |
![]() |
---|
Darmawati, Istri 'Dewa Zeus' Judol Kominfo Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 250 Juta |
![]() |
---|
Ariyanto Bakri Klaim Suap Hakim di Kasus Ekspor CPO Rp60 Miliar, Sementara dalam Dakwaan Rp40 Miliar |
![]() |
---|
KY Pantau 48 Sidang yang Libatkan Perempuan dan Anak Sepanjang 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.