Banyak Gejolak di Awal Pemerintahan, Pengamat Saran Prabowo Bangun Sinergi dengan Masyarakat Sipil
Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok masyarakat sipil kritis dalam kabinet pemerintahannya.
Penulis:
Muhammad Zulfikar
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok masyarakat sipil kritis dalam kabinet pemerintahannya.
Hal ini menurut Akademisi Universitas Paramadina Shiskha Prabawaningtyas menjadi penting setelah melihat berbagai gejolak yang terjadi paska 100 hari jalannya pemerintahan Kabinet Merah Putih.
“Paska 100 hari pemerintahan berjalan, beberapa kontraksi terjadi, seperti terkuaknya judol dan kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan pejabat namun nihil tindak lanjut penuntasannya, ketidakjelasan implementasi program Makan Bergizi Gratis, problem efisiensi anggaran, melemahnya perekonomian dan penurunan harga saham, sampai gelombang demonstrasi mahasiswa terhadap UU TNI yang berujung ricuh dengan aksi kekerasan. Menurut saya situasi ini harus diantisipasi Presiden Prabowo secara cermat dengan formula politik yang baik,” ujar Shiskha kepada wartawan, Selasa (25/3/2025).
Menurut doktor politik internasional lulusan Jerman ini, menghadapi situasi dan tekanan yang pelik ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan Prabowo adalah memposisikan pemerintahannya untuk lebih terbuka dan inklusif.
Hal itu dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan keterlibatan berbagai kelompok masyarakat sipil seperti teknokrat dan intelektual kritis yang memiliki kepedulian dan kepakaran di dalam pemerintahan.
“Dalam sistem demokratis, kelompok kritis atau intelektual publik, dengani kepakaran, kecerdasan dan idealismenya dapat berfungsi bukan saja sebagai pendeteksi apakah pemerintahan telah berjalan dengan baik dan efektif. Namun juga bisa diminta memberikan pemikiran dan konsep solutif alternatif-alternatif kebijakan pembangunan. Secara alamiah, mereka justru lebih mampu menangkap suasana kebatinan rakyat, sekaligus membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat,” ujarnya.
Shiskha mencontohkan dalam setiap fase kepemimpinan, para presiden Indonesia selalu menempatkan kelompok intelektual bergabung dan menjadi motor pemerintahan.
Awal Indonesia merdeka adalah era pemerintahan yang dijalankan sosok-sosok intelektual kritis, ditandai oleh Soekarno, Hatta, sampai Jenderal Nasution.
Awal Orde Baru justru desain ekonomi yang kokoh dilakukan oleh kelompok intelektual kritis termasuk ayah dari Presiden Prabowo sendiri, Soemitro Djojohadikusumo.
Begitupun di era Gus Dur, Megawati, SBY sampai Jokowi.
Kelompok masyarakat sipil berkarakter dan intelektual independen diajak bergabung menjalankan pemerintahan.
“Apalagi dalam konteks pergeseran geopolitik dan geoekonomi global, sangat dibutuhkan sinergi seluruh kekuatan politik domestik dalam membangun fungsi negara yang kokoh dan resilient terhadap perubahan. Kelompok masyarakat sipil yang independen, kritis, justru dibutuhkan negara untuk memberikan pemikiran alternatif sekaligus merumuskan kebijakan yang tepat. Publik cenderung menerima dan mendukung kehadiran kelompok akademisi, masyarakat sipil dan intelektual yang kritis dalam pemerintahan,” ujar Shiskha.
Shiskha menilai kerja sama dan gotong royong adalah kunci membangun Indonesia, baik dalam konteks state building (fungsi negara dan proses bernegara) dan nation building (konsolidasi kekuatan politik nasional).
Dirinya menyarankan agar Presiden Prabowo bisa mendengar dan merangkul intelektual publik dan kalangan masyarakat sipil kritis untuk terlibat kelanjutan membangun nation-state building ini.
Baca juga: Teror ke Tempo Dinilai Rugikan Pemerintahan Prabowo, Haris Rusly Moti: Pelaku Rekayasa Persepsi
“Mungkin kerjasama dan gotong-royong dalam sistem demokrasi harus diartikan sebagai sinergi dan empati dalam menemukan kepentingan bersama, bukan sentimen rivalitas politik, eksklusivisme, atau sebatas persaingan ekonomi-politik kepentingan sempit individu atau kelompok. Harus ada moralitas politik dan konsensus sosial yang dibangun atas nilai-nilai idealisme, keadilan dan integritas,” tutur Shiskha.
Aktivis yang Terobos Rapat RUU TNI di Fairmont Tak Terima MK Sebut DPR Tak Langgar Aturan |
![]() |
---|
Setelah Reshuffle, Angga Raka Prabowo Rangkap 3 Jabatan padahal Dilarang MK, Istana Akan Evaluasi |
![]() |
---|
Setelah Uji Formil UU TNI Ditolak MK, Koalisi Masyarakat Sipil akan Lanjut Uji Materiil |
![]() |
---|
M Qodari Naik Pangkat Jadi Kepala KSP, Rocky Gerung: Kesannya Prabowo Tak Mengerti Demokrasi |
![]() |
---|
Djamari Chaniago Gabung, Ada Berapa Menteri hingga Kepala Lembaga Berlatar Belakang TNI di Kabinet? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.