Senin, 8 September 2025

Yusril: Hukuman Mati Dalam KUHP Nasional Tak Dihapus, Tapi Masuk Kategori Sanksi Pidana Khusus

Yusril Ihza Mahendra menegaskan pidana mati dalam KUHP Nasional tidak dihapuskan, melainkan ditempatkan sebagai sanksi pidana yang bersifat khusus

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
PIDANA MATI - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Kamis (6/2/2025). Yusril menegaskan pidana mati dalam KUHP Nasional tidak dihapuskan. 

Terkait dengan perdebatan seputar hak asasi manusia (HAM), Yusril menyatakan bahwa sikap terhadap pidana mati sangat tergantung pada tafsir filosofis tentang hak hidup. 

"Beberapa agama di masa lalu mungkin membenarkan pidana mati berdasarkan doktrin dan hukum agama tersebut, namun dalam perkembangan teologis masa kini, ada pula tafsir baru yang menolak pidana mati," kata dia.

KUHP Nasional, lanjut Yusril, mengambil jalan tengah antara berbagai pendekatan. 

"Pidana mati dikenal dalam Hukum Pidana Islam, hukum pidana adat, maupun dalam KUHP warisan Belanda. Kita menghormati hukum yang hidup atau the living law dalam masyarakat. Karena itu, kita tidak menghapuskannya, tetapi merumuskan pidana mati sebagai upaya terakhir yang pelaksanaannya dilakukan dengan penuh kehati-hatian," ujar dia.

Dalam wawancara bersama enam pemimpin redaksi media nasional, Presiden Prabowo Subianto menegaskan ketidaksetujuannya terhadap penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. 

Prabowo berpendapat bahwa hukuman mati tidak memberikan ruang koreksi apabila terjadi kesalahan dalam proses hukum.

Prabowo menyatakan bahwa meskipun keyakinan atas kesalahan seseorang mencapai 99,9 persen, masih ada kemungkinan individu tersebut menjadi korban atau dijebak. 

Karena itu, hukuman mati yang bersifat final tidak memungkinkan perbaikan atas kesalahan tersebut.

Lebih lanjut, Presiden Prabowo menekankan pentingnya pengembalian kerugian negara oleh koruptor dan mendukung penyitaan aset-aset hasil korupsi sebagai langkah yang wajar dalam memberantas korupsi. 

Namun, Prabowo juga mengingatkan agar aspek keadilan diperhatikan, sehingga anak dan keluarga koruptor tidak ikut menderita akibat penyitaan harta tersebut.

Prabowo menyatakan bahwa dosa orang tua tidak seharusnya menjadi beban bagi anak-anak mereka.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan