Kasus Suap Ekspor CPO
Buntut Suap Vonis Lepas Kasus CPO, MA Bakal Terapkan Sistem Robotik Untuk Penunjukan Hakim Sidang
Mahkamah Agung (MA) akan menerapkan aplikasi berbasis teknologi dalam proses penunjukan hakim yang bersidang di pengadilan tingkat pertama dan kedua.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) akan menerapkan aplikasi berbasis teknologi dalam proses penunjukan hakim yang bersidang di pengadilan tingkat pertama dan kedua.
Juru Bicara MA, Yanto menjelaskan penggunaan aplikasi yang telah diterapkan di MA ini guna meminimalisir terjadinya potensi korupsi di lingkungan peradilan.
“Mahkamah Agung segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotik (smart majelis) pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding,” kata Yanto dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
Adapun ide ini diungkap Yanto saat menyikapi skandal suap dalam vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Namun begitu gagasan penunjukkan hakim secara robotik masih dalam tahap awal, ide tersebut dibahas dalam rapat pimpinan dan akan dipersiapkan dari segi peralatannya.
Baca juga: Sepak Terjang Djuyamto, Hakim Senior Jadi Tersangka Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Hartanya Rp2,9 M
“Jadi robotik tadi kan baru hasil rapim tadi ya. Kalau (di tingkat) MA kan sudah (diterapkan). Tadi hasil rapim akan dipersiapkan dulu alatnya. segera dilaksanakan,” ujarnya.
Diketahui MA telah memberhentikan sementara para hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Mereka adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, hakim Djuyamto, dan panitera muda Wahyu Gunawan.
Baca juga: PDIP Buka Suara Hakim Djuyamto Tersangka Suap Vonis Kasus CPO, Singgung Penolakan Praperadilan Hasto
Mereka diketahui terlibat kasus suap vonis lepas tiga korporasi sawit terdakwa kasus korupsi ekspor CPO atau bahan baku minyak goreng.
Ketiga hakim diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar untuk memutus perkara dengan putusan lepas.
Skandal ini mencuat setelah Kejagung resmi menahan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, pada Sabtu (12/4/2025) malam.
Ia diduga menerima suap senilai Rp 60 miliar dalam kasus suap tersebut.
Selain Arif, Kejagung juga menetapkan tiga hakim, satu panitera muda, serta dua pengacara yakni Marcella Santoso dan Ariyanto sebagai tersangka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.