Kasus Suap Ekspor CPO
Sorotan Pekan Ini: Warga Biasa Maling Besi JPO, Oknum Hakim Tersangka Suap Rp 60 Miliar
Ulah maling atau pencuri plat besi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jakarta yang kian marak dan korupsi oknum hakim.
Penulis:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekan ini dua kabar buruk mengemuka ke publik.
Yakni ulah maling atau pencuri plat besi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jakarta yang kian marak.
Serta informasi mengenai korupsi oleh oknum hakim. penegak hukum.
Tindakan keduanya memiliki kemiripan yakni mengambil hak orang banyak.
KASUS MALING BESI JPO
Fasilitas umum berupa jembatan penyeberangan orang (JPO) yang berada di sejumlah wilayah di Jakarta tengah disorot.
Pasalnya, JPO itu rusak material plat besinya hilang diduga dicuri orang.
Pekan lalu viral di media sosial sejumlah besi dari anak tangga di JPO Jalan Daan Mogot, Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, diduga telah dipreteli oleh orang.
Tak hanya itu, pantauan Tribun Jakarta (Tribun Network), kondisi serupa juga terjadi pada JPO di Jalan Gunung Sahari Raya, Pademangan, Jakarta Utara.
JPO ini membentang di depan pusat perbelanjaan WTC Mangga Dua.

JPO ini biasanya dijadikan jalan alternatif bagi warga dari dan menuju ke Stasiun Kampung Bandan.
Senin (14/4/2025) siang, terlihat sejumlah pejalan kaki tetap menggunakan JPO itu.
Mereka terlihat menghindari bagian JPO yang plat besinya hilang.
"Saya bukan takut lagi, kalau lewat situ jeblos gimana, terjatuh bisa patah kaki," ungkap Tohir (65) warga yang kerap menggunakan JPO itu.
Tohir pun berharap pemerintah bisa segera melakukan penanganan terhadap kerusakan JPO.
Pasalnya, banyak warga yang memanfaatkan JPO itu setiap harinya untuk menuju ke Stasiun Kampung Bandan.
"Kalau bisa buru-buru dibetulin, biar enak kita lewat sini," ucapnya.
Dicuri dan besinya dijual
Nurhayati (59), seorang pedagang warung kelontong yang berjualan dekat JPO di Jalan Daan Mogot mengatakan sudah 4 kali besi di JPO dicuri orang.
"Ini kan sudah empat kali kejadian, sama yang sekarang," ucap Nurhayati saat ditemui oleh wartawan.
Kejadian pencurian pertama terjadi saat JPO baru selesai dibangun.
Pada saat itu, beberapa besi pada anak tangga JPO dicuri oleh orang tak dikenal.
Suaminya sempat memperbaiki anak tangga secara mandiri menggunakan papan.
Ia khawatir celah pada anak tangga dapat membahayakan warga yang melintas.
Informasinya besi JPO yang dicuri itu akan dijual lagi kepada para pengepul besi bekas.
Diperbaiki, dicuri lagi
Kerusakan JPO ini telah menjadi perhatian pemerintah, di mana pada Senin sore petugas dari Dinas Bina Marga DKI Jakarta langsung diterjunkan ke lokasi untuk melakukan perbaikan.
Petugas memasang plat baru untuk menutupi bagian JPO yang bolong.
Ketua Tim Satgas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Suprianto mengatakan, kondisi kerusakan pada JPO di Pademangan itu sama persis dengan jembatan penyeberangan lainnya di sejumlah wilayah di Jakarta.
"Penyebabnya hilang ada yang ngambil, kejadiannya bukan sekali saja, udah sering," ungkap Suprianto.
Menurut Suprianto, kondisi JPO yang anak tangganya ataupun bagian injakan jembatannya rusak sudah ditanganinya tak cuma di Pademangan.
Dinas Bina Marga DKI Jakarta juga telah memperbaiki JPO di Daan Mogot dan Cakung, Jakarta Timur.
KASUS KORUPSI OKNUM PEJABAT
Mencuri uang rakyat atau korupsi oleh oknum pejabat negara juga jadi sorotan belakangan ini.
Terbaru penegak hukum yakni hakim diduga menerima suap miliaran rupiah dalam perkara yang ditanganinya.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), diduga menerima suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) sebesar Rp 60 miliar.

Suap diberikan agar hakim memberikan vonis ontslag atau putusan lepas terhadap tiga perusahaan yang terlibat yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dari Rp 60 miliar tersebut, Muhammad Arif Nuryanta membagikan Rp 22,5 miliar kepada tiga hakim yang menangani kasus ekspor CPO tersebut.
Tiga hakim 'Yang Mulia' itu adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat serta hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
Muhammad Arif Nuryanta awalnya menyerahkan uang Rp 4,5 kepada ketiga hakim.
Lalu pada September-Oktober 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto (DJU).
Djuyamto membagi uang tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) yang diserahkan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat.
"Untuk ASB menerima uang dollar AS dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, DJU menerima uang dollar AS jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dollar AS jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Terkait sisa uang suap, Qohar mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Atas tindakannya, Muhammad Arif Nuryanta alias MAN disangkakan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, tiga hakim yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB), Ali Muhtarom (AM) dan Djuyamto (DJU) disangkakan melanggar Pasal 12C juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: Tribun Jakarta/Kompas.com/Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.