Kamis, 2 Oktober 2025

Wacana Pergantian Wapres

Ahli Hukum Tata Negara Ungkap 3 Hal Bisa Jadi Alasan Pemakzulan Gibran, Singgung Ijazah dan Fufufafa

Ahli Hukum Tata Negara UGM sebut sulan para purnawirawan soal pemakzulan Gibran itu bisa terwujud, sesuai pasal 7A dan 7B Undang-undang Dasar 1945.

Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews/Mario Christian Sumampow
USULAN PEMAKZULAN GIBRAN - Foto Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di KPU untuk daftar sebagai peserta Pilpres 2024, Rabu (25/10/2023). Ahli Hukum Tata Negara UGM sebut sulan para purnawirawan soal pemakzulan Gibran itu bisa terwujud, sesuai pasal 7A dan 7B Undang-undang Dasar 1945. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan ada tiga hal yang kemungkinan bisa menjadi alasan pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka.

Zainal awalnya menuturkan bahwa usulan para purnawirawan soal pemakzulan Gibran itu bisa terwujud sesuai dengan pasal 7A dan 7B Undang-undang Dasar 1945.

"Kalau kita baca, tidak boleh sekadar membaca pasal 3 Undang-Undang Dasar, kita harus juga baca pasal 7A dan 7B," kata Zainal di program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Senin (28/4/2025).

Dia mengatakan ada dua faktor yang harus dipenuhi, yakni syarat dan mekanismenya.

Mengenai syarat pemberhentian wakil presiden di tengah jalan, ada tiga hal. Jika tiga hal tersebut terpenuhi, pemakzulan Gibran bisa dilakukan.

"Syarat pemberhentian presiden selain soal meninggal dan lain-lain sebagainya, syarat pemberhentian di tengah jalan itu kan ada tiga," kata Zainal.

"Yang pertama diberhentikan karena soalan administrasi, misalnya dia tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden."

"Yang kedua lebih bersifat pelanggaran hukum atau pidana, misalnya menerima suap dan lain sebagainya. Ketiga adalah syarat melakukan perbuatan tercela atau misdemeanor," paparnya.

Zainal lantas menjelaskan dari tiga syarat pemakzulan tersebut, Gibran bisa dikaitkan dengan sejumlah isu yang pernah menerpanya.

Isu itu adalah isu ijazah Gibran yang sempat digembar-gemborkan palsu, kemudian soal akun Kaskus bernama Fufufafa yang tulisannya dianggap tak bermoral, hingga Gibran yang pernah dilaporkan ke KPK oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.

Baca juga: Ganjar Heran dengan Usulan Forum Purnawirawan yang Minta Gibran Diganti: Atas Dasar Apa?

Menurut Zainal, hal-hal tersebut bisa memenuhi syarat pemakzulan jika memang benar-benar terbukti.

"Maka saya kira lebih baik DPR memulainya dengan, silakan pilih, misalnya kalau Gibran dianggap tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden, kan barangkali sempat heboh-heboh soal ijazah, silakan kalau memang ditemukan bukti yang kuat soal itu."

"Kalau misalnya misdemeanor atau perbuatan tercela, silakan tuh apakah konteks Fufufafa-nya kemarin, itu betulkah dia yang melakukan dan sebagainya, silakan dielaborasi."

"Termasuk kalau pelanggaran pidananya misalnya, saya gak tahu tapi, saya ingat dulu Mas Ubedilah pernah melaporkan ke KPK misalnya, kalau itu terbukti secara pidana bisa lanjutkan ke proses impeachment melalui DPR," paparnya.

Secara mekanisme, proses pemakzulan dimulai dari kesepakatan DPR, lalu pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK) dan proses akhir di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Tapi kalau kita bicara mekanismenya, mekanisme kan tidak melalui MPR semata. Dia harus dimulai dari DPR, DPR menyatakan hak menyatakan pendapatnya, lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi."

"Mahkamah Konstitusi akan mengatakan ya atau tidak, kemudian dibawa ke MPR untuk diputuskan di ujungnya," katanya.

Secara sikap, Zainal mengatakan tegas bahwa dia setuju dengan narasi Gibran mengikuti Pilpres 2024 dengan cara yang cacat secara konstitusi.

"Kalau memang ada itikad. saya juga termasuk yang mengatakan Gibran naik melalui proses yang tidak benar, jelas itu, saya kira saya setuju dengan Tempo bahwa ini anak haram konstitusi, saya kira ini clear," katanya.

Kendati demikian, Zainal juga tak suka jika proses pemakzulan Gibran nanti dilakukan dengan mengkhianati konstitusi.

"Ada pelanggaran konstitusi yang dulu dilakukan, tidak berarti bahwa kita harus melakukan pelanggaran yang sama atau merusak konstitusi."

"Karena menurut saya tidak akan mengakhiri, tidak akan membanggakan sebagai sebuah proses konstitusional," ujarnya.

Sebelumnya, usulan pemakzulan Gibran itu disampaikan oleh para purnawirawan TNI saat mereka berkumpul dalam acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025).

Jumlah pensiunan yang mendukung pencopotan Gibran dan sudah membubuhkan tanda tangan adalah 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Saat para purnawirawan TNI itu berkumpul, mereka menyampaikan delapan tuntutan politik, salah satunya usulan pergantian Gibran itu.

Delapan poin itu diketahui juga telah ditandatangani oleh mantan Panglima ABRI sekaligus eks Wakil Presiden zaman Soeharto, Jenderal Purn. TNI Try Sutrisno; mantan Menteri Agama Fachrul Razi, KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

Dikutip dari TribunTangerang.com, alasan mereka mengusulkan Gibran harus diganti adalah karena keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Karena hal itu, mereka sepakat mengusulkan pergantian wapres melalui mekanisme Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Bagaimana Respons MPR?

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengatakan pihaknya belum menerima laporan untuk memberhentikan Gibran sebagai Wakil Presiden RI.

"Belum, sampai saat ini masih belum. Kalaupun ada, nanti pasti akan dibahas di rapat pimpinan DPR," kata Eddy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Dalam hal ini, Eddy menegaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden.

Jadi, menurutnya, untuk saat ini seharusnya semua pihak berpegang pada aturan konstitusi yang ada.

Apalagi, pemerintahan Prabowo-Gibran sudah berjalan selama hampir enam bulan.

"Kita berpegang pada konstitusi saja, hasil Pemilu sudah disahkan oleh KPU. Kita sudah sepakat semua dan sudah dilantik presiden dan Wapres," ujarnya.

"Sementara ini kan sudah melantik, sudah berjalan hampir 6 bulan pemerintahan," ungkap Eddy.

Eddy pun menegaskan bahwa MPR berpegang pada konstitusi.

"Itu saya kira perlu telaahan dari pakar hukum (soal pemberhentian Gibran), tetapi kembali lagi MPR berpegang pada konstitusi dan apa yang sudah kita capai. Itu merupakan pegangan kita berdasarkan konstitusi," ucap Eddy.

Sebelumnya, hal yang serupa juga disampaikan oleh Ketua MPR Ahmad Muzani yang mengatakan bahwa pihaknya belum mempelajarinya lebih lanjut mengenai usulan pemakzulan Gibran itu.

"Saya belum membaca itu. Belum mempelajari itu dan belum membaca. Baru mendengar juga beberapa, sekilas-sekilas," ujar Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Saat ditanya mengenai kemungkinan Gibran diganti, Muzani menjelaskan soal proses Pemilu 2024 lalu.

Ketika Pilpres 2024 lalu, yang rakyat pilih adalah calon presiden dan calon wakil presiden.

Saat itu ada tiga pasangan calon (paslon) dan Prabowo Subianto-Gibran dinyatakan sebagai paslon yang menang.

Muzani menegaskan ketika dinyatakan menang, maka yang dinyatakan menang itu menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.

"Ketika KPU menghitung suara, yang dinyatakan unggul dalam Pemilihan Presiden 14 Februari 2024 adalah pasangan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka, calon presiden dan calon wakil presiden," ucap Muzani.

Bahkan, ketika Prabowo-Gibran digugat ke Mahkamah Konstitusi pun, kemenangan mereka dinyatakan tidak ada masalah dan tetap sah.

Atas keputusan tersebut, MPR kemudian mengadakan pelantikan presiden dan wakil presiden 2024-2029.

Oleh karena itu, Muzani pun menegaskan bahwa pelantikan Gibran sebagai Wapres adalah sah. 

"Itu adalah prosesi pelantikan presiden dan prosesi pelantikan wakil presiden hasil pemilihan umum presiden 14 Februari 2024."

"Jadi, Prabowo adalah Presiden yang sah, Gibran adalah Wakil Presiden yang sah," tegas Muzani.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunTangerang.com dengan judul Alasan Try Sutrisno dan Ratusan Jenderal Purnawirawan Prajurit TNI Minta Wapres Gibran Diganti

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunTangerang.com/Joseph Wesly) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved