Wacana Pergantian Wapres
Kontroversi Pemakzulan Gibran: Apa Kata Anwar Usman?
Wacana pemakzulan Gibran terus bergulir, Anwar Usman atau paman Gibran itu menolak berkomentar banyak tentang wacana tersebut.
Penulis:
Rifqah
Editor:
timtribunsolo
TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus menjadi perbincangan hangat di kalangan publik.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, yang juga paman Gibran, menolak untuk memberikan komentar terkait isu tersebut.
Namun, tidak menutup kemungkinan, suatu saat nanti paman Gibran itu akan membuka kotak pandora di balik putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hal itu tersirat dari pernyataan Usman saat dimintai tanggapan soal pemakzulan Gibran tersebut.
Apalagi, selama ini, Usman juga kerap disebut-sebut sebagai pihak yang paling disalahkan atas 'Skandal Mahkamah Konstitusi' tersebut.
"Saya belum ada komentar. Nanti deh ya kapan, biarin aja dulu, saya cooling down yah," kata Anwar Usman kepada wartawan pada Sabtu, 10 Mei 2025.
Kontroversi Putusan MK
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memungkinkan Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden pada 2024 pun menjadi sorotan.
Gibran, yang berusia 36 tahun dan menjabat sebagai Wali Kota Solo, telah disepakati sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada 22 Oktober 2023 dan telah terdaftar di KPU RI pada 25 Oktober 2023.
Namun, keputusan MK ini memicu kontroversi dan tudingan pelanggaran kode etik terhadap Usman, yang akhirnya dipecat dari jabatannya.
Usulan Pemakzulan dari Purnawirawan TNI
Usulan pemakzulan Gibran muncul dari sekelompok purnawirawan TNI yang berkumpul dalam acara Silaturahmi di Jakarta Utara pada 17 Mei 2025.
Mereka menyampaikan delapan tuntutan politik, termasuk penggantian Gibran.
Sebanyak 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel telah mendukung usulan ini.
Alasan mereka adalah bahwa keputusan MK terkait Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu dianggap melanggar hukum acara dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tanggapan Aktivis
Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, menilai bahwa Presiden Prabowo tidak memiliki kuasa untuk melengserkan Gibran.
"Salahnya Purnawirawan ini meminta pergantian Gibrannya itu kepada Prabowo. Salahnya salah kamar, masuknya ke Prabowo, meminta pelengserannya Gibran," ungkap Arief Poyuono, dikutip TribunnewsBogor.com dari YouTube iNews Tv, Rabu (7/5/2025).
Ia juga menekankan bahwa sosok yang dapat mempengaruhi Gibran untuk mundur adalah ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Arief menganggap, Jokowi lebih mempunyai kuasa daripada Prabowo atau purnawirawan yang mengusulkan pencopotan Gibran tersebut.
"Katanya melengserkan Gibran ini sudah kepentingan dan keperluan bangsa Indonesia? Ya kalau sudah begini, otomatis saya mau minta tolong ke bapaknya Gibran alias Jokowi, supaya legowo meminta Gibran mau mundur," ucapnya.
Pengamat politik Ray Rangkuti menambahkan bahwa pengaruh Jokowi terhadap Gibran terbatas pada hubungan keluarga.
"Kalau Pak Jokowi ke Gibran itu hubungannya ayah dan anak, ayah meminta anak supaya mundur saja, kan itu enggak ada yang bisa membatasi itu, enggak ada kaitan politik?" imbuh Ray ke Arief.
Arief juga sepakat dengan pernyataan ini dan menegaskan bahwa jika Gibran mundur, ia masih memiliki peluang untuk mencalonkan diri di pemilihan presiden mendatang.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.