Ibu Kota Baru
Kata Profesor Sains dari NTU Soal IKN sebagai Warisan Jokowi: Itu Kan Keinginan Individu
Profesor dari Nanyang Technological University (NTU), Prof. Sulfikar Amir, menyebut bahwa pembangunan IKN diawali dari keinginan individu Jokowi.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Profesor Sains dari Nanyang Technological University (NTU), Prof. Sulfikar Amir, menyebut bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) diawali dari keinginan individu.
Yakni, keinginan Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Kemudian, ia juga memaparkan alasan dirinya menyebut pembangunan IKN ini cacat logika.
Hal tersebut disampaikan Sulfikar dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan TV, Rabu (14/5/2025).
Mulanya, Sulfikar memang menilai, pemindahan ibu kota negara adalah hal yang biasa.
Namun, ia menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan konsekuensi dan dampak dari proyek yang notabene berskala besar tersebut.
"Kalau kita lihat pengalaman negara-negara lain, pemindahan ibu kota itu adalah sesuatu yang lumrah. Kazakhstan dan puluhan negara lain sudah melakukan pemindahan kota," kata Sulfikar.
"Jadi tidak ada hal yang aneh sebenarnya, ketika Indonesia mau membangun ibu kota baru. Tetapi tentu ketika kita berinisiatif untuk melakukan satu proyek berskala besar, berbiaya besar, dan memiliki dampak jangka panjang, tentu kita harus memikirkan seluruh konsekuensi dan implikasi dari proyek tersebut. Dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai," paparnya.

Kemudian, Sulfikar membagi keinginan individu Jokowi untuk membangun IKN sebagai warisan politik dan pemerataan pembangunan.
Menurutnya, hal tersebut juga rasional.
"Nah, proyek IKN itu berangkat dari satu keinginan, dan keinginan ini adalah keinginan individu, keinginan seorang pribadi yaitu keinginan Pak Joko Widodo," ujar Sulfikar.
Baca juga: Potensi Jokowi jadi Ketua Umum PSI Sangat Besar, Pengamat: untuk Perahu Gibran Maju Pilpres 2029
"Yang bisa kita pilah menjadi dua. Satu keinginan beliau untuk meninggalkan legasi politik. Satu lagi keinginan untuk melakukan pemerataan pembangunan di wilayah Indonesia, khususnya wilayah di luar Jawa. Dua-duanya hal yang rasional. Setiap pemimpin politik pasti menginginkan ada legasi yang ditinggalkan sehingga namanya akan terus dikenang," tambahnya.
Akan tetapi, keinginan Jokowi membangun IKN di tengah besarnya kondisi ekonomi, politik, dan lingkungan seperti sekarang itulah yang membuat Sulfikar menilainya sebagai cacat logika.
"Di sisi lain tentu kita lihat kondisi Indonesia di mana disparitas wilayah antar Jawa dan non Jawa itu memang terlalu besar dan harus dimitigasi. Tetapi ketika jawabannya adalah membangun ibu kota dalam situasi ekonomi, politik, lingkungan yang kita hadapi sekarang, upaya untuk membangun IKN itu menjadi, seperti saya bilang itu, cacat logika," jelasnya.
Sulfikar pun memaparkan, ada cara-cara lain yang bisa dilakukan untuk mencapai pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.