Galian Tambang di Cirebon Longsor
Kala Tambang Galian C Gunung Kuda Sudah Longsor 5 Kali dan Ada Korban, tapi Tetap Diberi Izin
Pemprov Jabar tetap memberikan izin operasional meski longsor sudah lima kali terjadi di tambang galian C di Gunung Kuda, Cirebon sejak 2015.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Pravitri Retno W
Dari hal tersebut, Bambang meyakini pihaknya akhirnya tetap memberikan izin operasional.
"Soal izin yang dikeluarkan tahun 2020, sedangkan tahun 2015 pernah terjadi longsor dengan ada korban jiwa, tentunya saya meyakini betul bahwa sebelum ditertibkan izin tahun 2020, telah dilakukan pengkajian secara komprehensif, multi sektoral," ujar Bambang, Minggu (1/6/2025).
Bambang mengungkapkan Pemprov Jawa Barat saat itu tentu memiliki dasar kuat untuk tetap memberikan izin pertambangan di Gunung Kuda.
Selain itu, Bambang juga menyebutkan, evaluasi telah dilakukan setiap tahunnya.
Namun, ia menduga terjadi kelalaian dalam metode penambangan beberapa tahun terakhir.
"Nah persoalannya, saya meyakini betul di tahun 2023-2024, dengan dugaan saya metode perkembangannya tidak baik.".
"Sudah diberikan peringatan berkali-kali ya, bahkan Inspektur utama sudah diinformasikan untuk melakukan pendetailan, pendalaman terhadap metode pekerjaan penambangannya," jelas dia.
Pemilik dan Pengawas Tambang Gunung Kuda Jadi Tersangka

Sebelumnya, polisi telah menetapkan dua tersangka terkait longsor di galian C Gunung Kuda yaitu pemilik tambang sekaligus Ketua Koperasi Al-Jariyah berinisial AK dan kepala teknik tambang sekaligus pengawas berinisial AR.
Kapolresta Cirebon Kota, Kombes Sumarni, mengungkapkan penetapan kedua tersangka tersebut setelah dilakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap saksi.
"Dari serangkaian penyidikan itu, kami menetapkan dua orang tersangka dengan inisial AK yang merupakan Ketua Koperasi La al-Jariyah, selaku pemilik tambang yang beralamat di Dusun Bobos, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon."
"Tersangka kedua yaitu berinisial AR yang merupakan kepala teknik tambang atau pengawas yaitu yang beralamat di Desa Girinata, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon," kata Sumarni dalam konferensi pers, Minggu (1/6/2025).
Adapun modus tersangka yaitu AK sebenarnya mengetahui adanya larangan aktivitas tambang tanpa persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selaku pemegang izin usaha pertambangan (IUP).
Selain itu, AK juga mengetahui adanya surat larangan adanya aktivitas tambang dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.
Namun, segala bentuk larangan dan peringatan tersebut tidak dipedulikan oleh AK.
"Kemudian muncul kembali surat peringatan yang ditujukan kepada pemegang IUP, Ketua Koperasi Al-Ajariyah, pada tanggal 19 Maret 2025 berupa peringatan pemegang IUP untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan tahap operasi produksi sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Tapi yang bersangkutan tidak mengindahkannya," kata Sumarni.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.