Minggu, 10 Agustus 2025

Bahan Peledak Kedaluwarsa Maut di Garut

Pertanyakan Statement Panglima TNI, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Adanya TGPF soal Ledakan di Garut

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak adanya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam insiden ledakan amunisi di Garut.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RAKER DPR - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto tiba untuk mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan dasar Agus Subiyanto menyatakan korban warga sipil yang tewas saat peledakan amunisi di Garut merupakan tukang masak dan pegawai yang bekerja di tempat tersebut. 

TRIBUNNEWS.COM - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak adanya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dalam insiden ledakan dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang terjadi pada 12 Mei 2025.

Insiden itu menewaskan 13 orang, terdiri atas empat anggota TNI AD dan sembilan warga sipil.

Terkini Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan dasar Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto yang menyatakan korban warga sipil yang tewas saat peledakan amunisi di Garut merupakan tukang masak dan pegawai yang bekerja di tempat tersebut.

"Sebenarnya kita tidak melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak yang sudah expired. Sebenarnya masalah ke sipil itu tukang masak dan pegawai di situ," kata Agus setelah rapat tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

Melalui keterangan yang diterima dari Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan pernyataan Panglima TNI tersebut.

Panglima TNI disebut secara jelas menyangkal adanya pelibatan sipil dalam pemusnahan amunisi yang telah kedaluwarsa. 

"Pernyataan tersebut memberi indikasi kuat rendahnya tingkat objektivitas, integritas, dan kredibilitas penyelidikan internal TNI atas kasus ini," ungkap pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil.

Panglima juga mengklaim prosedur untuk peledakan sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP.

Hal ini dinilai bertolak belakang dengan fakta bahwa selama bertahun-tahun warga sipil dilibatkan dalam proses pemusnahan bahan peledak berbahaya tersebut.

"Ini menyalahi standar internasional pemusnahan bahan peledak berdasarkan International Mine Action Standards," ungkapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai Panglima TNI menunjukkan cara bersikap yang terkesan menyalahkan pihak warga dan lari dari tanggung jawab.

Baca juga: Investigasi TNI AD Ungkap Fakta Baru Insiden Amunisi di Garut, Ada Serpihan Ponsel di Sekitar Lokasi

"Klaim Panglima TNI merupakan pernyataan yang tidak sensitif dan terkesan menyangkal kebenaran faktual, termasuk temuan Komnas HAM yang dirilis 23 Mei lalu kepada media bahwa ada 21 warga sipil yang terlibat dalam pemusnahan amunisi sebagai tenaga harian lepas dengan upah Rp150.000 per hari, tanpa pelatihan bersertifikasi dan bekerja tanpa alat pelindung diri," lanjut pernyataan itu.

Pernyataan Panglima TNI seperti mengulangi klaim Kapuspen TNI pada 13 Mei lalu yang menyebut warga sipil menjadi korban karena hendak mengambil logam serpihan amunisi

Desak Pembentukan TGPF

Atas dasar perkembangan terbaru ini, Koalisi Masyarakat Sipil menolak cara-cara penyelidikan atas tragedi mematikan tersebut jika hanya berjalan di lingkungan internal TNI.

"Koalisi mendesak kembali pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut Tragedi Amunisi yang menelan 13 nyawa – sembilan di antaranya warga sipil, pada 12 Mei lalu di Garut, Jawa Barat."

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan