Jumat, 22 Agustus 2025

Kata Menkes Usai Bertemu Prabowo dan Dikabarkan Bakal Dicopot: Tadi Dikasih Minum Air Kelapa 2 Gelas

Usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/6/2025), Budi malah berkelakar bahwa pembaha

|
Penulis: Taufik Ismail
Tribunnews.com/Taufik Ismail
COVID-19 - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menemui Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Pertemuan di antaranya membahas peningkatan kasus Covid-19. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTAMenteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menanggapi dengan santai isu yang menyebut dirinya akan dicopot dari jabatannya menyusul pernyataan kontroversial yang sempat menuai kritik publik. 

Usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/6/2025), Budi malah berkelakar bahwa pembahasan di dalam pertemuan tersebut bukan soal dirinya, melainkan wartawan.

“Kita membahas wartawan mau dipindahin ke mana,” ujar Budi sambil tersenyum, menjawab pertanyaan awak media di lingkungan Istana.

Mantan Wakil Menteri BUMN itu juga membantah adanya teguran dari Presiden Prabowo terkait pernyataannya mengenai ukuran celana pria yang disebutnya bisa menjadi indikator kesehatan.

Budi Gunadi Sadikin justru menyebut bahwa Presiden memberinya sambutan hangat saat pertemuan berlangsung.

"Kita dikasih minum air kelapa dikasih sampai dua gelas," ujarnya menanggapi isu bahwa dirinya tengah dalam sorotan istana.

Pernyataan Menkes Disorot Publik dan Akademisi

Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menuai sorotan tajam akibat dua pernyataannya yang dianggap menyinggung sensitivitas publik.

Pada Rabu (14/5/2025), dalam peluncuran layanan kesehatan di Jakarta Pusat, ia menyebut bahwa pria dengan ukuran celana jeans di atas 32 atau 33 cenderung mengalami obesitas dan berisiko meninggal lebih cepat.

"Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jeans? 34-33 sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allah-nya lebih cepat dibandingkan yang celana jeansnya 32," ucap Budi kala itu.

Baca juga: Hendri Satrio Sebut 2 Indikator Reshuffle Kabinet Prabowo: Masuk Kategori Ini?

Meski dikritik, Budi menegaskan pernyataannya tidak bermaksud melakukan body shaming, tetapi sebagai peringatan penting soal risiko penyakit kronis.

"Saya bukannya body shaming, tapi emang artinya begitu. Aku di sini sudah hafal, sudah lihat siapa yang di atas, siapa yang di bawah. Menterinya aja masih di atas nih, masih agak obesitas," tambahnya.

Pernyataan kedua muncul pada Sabtu (17/5/2025) dalam agenda "Double Check" di Jakarta Pusat.

Ia menyinggung perbedaan orang dengan penghasilan Rp 15 juta dan Rp 5 juta, yang menurutnya berkaitan dengan tingkat kesehatan dan kecerdasan.

"Apa sih bedanya orang yang gajinya Rp 15 juta sama Rp 5 juta? Cuma dua, satu, pasti lebih sehat dan lebih pintar. Kalau dia enggak sehat dan enggak pintar, enggak mungkin gajinya Rp 15 juta, pasti Rp 5 juta," kata Budi.

KRIS RUMAH SAKIT - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). Dalam rapat kerja lanjutan dengan komisi tersebut pada Senin (26/5/2025), Budi Gunadi melaporkan ada 305 rumah sakit di Indonesia belum memenuhi standar Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menjelang target implementasi sistem tersebut pada Juni 2025. 
KRIS RUMAH SAKIT - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). Dalam rapat kerja lanjutan dengan komisi tersebut pada Senin (26/5/2025), Budi Gunadi melaporkan ada 305 rumah sakit di Indonesia belum memenuhi standar Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menjelang target implementasi sistem tersebut pada Juni 2025.  (Tribunnews.com/Irwan Rismawan)

Ia menambahkan bahwa Indonesia belum bisa disebut negara maju jika gaji mayoritas rakyatnya masih di bawah Rp 15 juta.

"Kalau masih banyak yang minimal Rp 15 juta, itu artinya belum negara maju. Sekarang tantangannya gimana kita naikkan dari Rp 5 juta ke Rp 15 juta di 2045," tuturnya.

Pernyataan Menkes ini mendapatkan tanggapan serius dari kalangan akademisi kedokteran. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad), Yoni Fuadah Syukriani, menilai komunikasi publik Budi tidak mencerminkan etika seorang pejabat negara.

Istana Pelajari Masukan Akademisi

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (3/3/2025).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (3/3/2025). (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Menanggapi desakan sejumlah civitas akademika agar Menkes dievaluasi, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyatakan pemerintah mendengarkan dengan seksama semua aspirasi masyarakat, termasuk dari kalangan kedokteran.

"Nah, itu bagian dari evaluasi-evaluasi kita tentu mendengarkan aspirasi dari masyarakat, terutama masyarakat kedokteran," ujar Prasetyo di Istana, Jumat (23/5/2025).

Ia mengonfirmasi bahwa pemerintah telah menerima masukan tersebut baik secara langsung maupun dari media massa.

"Dan kami pemerintah sudah menerima itu, baik secara resmi maupun kami mengikuti dari media massa dan kita mempelajari betul, mempelajari betul untuk sekali lagi kemudian masalahnya apa," tambahnya.

Meski belum ada kepastian apakah reshuffle akan dilakukan, Prasetyo memastikan pemerintah akan menindaklanjuti semua masukan tanpa mengganggu pelayanan publik.

"Tapi yang penting jangan mengganggu pelayanan publik, terutama dalam hal pelayanan kesehatan," pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan