Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja
KPK Ungkap Praktik Pemerasan Tenaga Kerja Asing di Kemnaker Terjadi Sejak Era Menteri Cak Imin
KPK tengah mengusut kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Periode peristiwa terjadinya pemerasan yang diusut KPK yakni sejak 2019 hingga 2024.
Namun, disebutkan Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo, ternyata praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA sudah ada sejak tahun 2012.
Pada 2012, diketahui Kemnaker yang waktu itu masih bernama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) dipimpin Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai menteri.
"Apa hanya baru dari tahun 2019 praktik ini? Nah ini tepat sekali. Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan, memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Baca juga: Identitas 8 Tersangka Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker yang Diusut KPK, Haryanto Raup Rp 18 Miliar
KPK menyatakan akan memanggil dan meminta keterangan dari pejabat selevel menteri dalam periode terjadinya praktik pemerasan tersebut.
Untuk informasi, sejak 2012 hingga 2024, Kemnaker telah dipimpin oleh tiga menteri, yaitu Cak Imin (22 Oktober 2009–1 Oktober 2014), Hanif Dhakiri (27 Oktober 2014–20 Oktober 2019), dan Ida Fauziyah (23 Oktober 2019–30 September 2024).
"Pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau, terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara managerial beliau-beliau adalah pengawasnya," kata Budi.
Baca juga: Kemnaker Apresiasi Peluncuran AKSESKU 3.0, Harapkan Inovasi KPK Efektif Putus Mata Rantai Korupsi
"Apakah praktik ini sepengetahuan atau seizin atau apa, perlu kami klarifikasi. Hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan, sehingga nanti apa yang kita lakukan ke depan upaya pencegahan juga inline dari atasnya sampai bawah satu perintah, bahwa itu menteri bersih, insyaAllah bawahnya bersih," ujar Budi melanjutkan.
KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Berikut delapan tersangka dimaksud:
1. Suhartono (SH), selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker tahun 2020–2023
2. Haryanto (HY), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024; kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2024–2025
3. Wisnu Pramono (WP), selaku Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017–2019
4. Devi Anggraeni (DA), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020–Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2024–2025
5. Gatot Widiartono (GTW), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK tahun 2019–2021; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019–2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2021–2025
6. Putri Citra Wahyoe (PCW), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024
7. Jamal Shodiqin (JMS), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024
8. Alfa Eshad (ALF), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024
KPK menyatakan, selama periode 2019–2024, jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA yang berasal dari pemohon RPTKA sekurang-kurangnya adalah Rp53,7 miliar.
Berikut rinciannya:
- SH sekurang-kurangnya Rp 460 juta
- HY sekurang-kurangnya Rp 18 miliar
- WP sekurang-kurangnya Rp 580 juta
- DA sekurang-kurangnya Rp 2,3 miliar
- GTW sekurang-kurangnya Rp 6,3 miliar
- PCW sekurang-kurangnya Rp 13,9 miliar
- ALF sekurang-kurangnya Rp 1,8 miliar
- JMS sekurang-kurangnya Rp 1,1 miliar
"Sedangkan sisanya digunakan untuk dibagikan kepada para pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan. Bahwa para pihak tersebut menggunakan uang itu untuk kepentingan sendiri dan untuk membeli sejumlah aset yang dibeli atas nama sendiri maupun atas nama keluarga," kata Budi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.