Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Klarifikasi Nadiem Makarim soal Dugaan Korupsi Proyek Laptop Rp9,9 Triliun pada 2019-2022
Nadiem Makarim menjelaskan bahwa di tahun 2020, krisis pandemi Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis sektor pendidikan.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
"Informasi yang saya dapat, pada saat itu di tahun 2023 adalah 97 persen daripada laptop yang diberikan ke 77 ribu sekolah tersebut itu aktif diterima dan teregistrasi," katanya.
"Dan kita melakukan sensus secara berkala dan kita melakukan pertanyaan ke sekolah-sekolah yang menerima laptop, apakah mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran?"
"Dan di tahun 2023, sekitar 82 persen daripada sekolah menjawab, mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran, bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah," jelas Nadiem.
Awal Mula Kasus Dugaan Korupsi Laptop
Sebelumnya, perkara dugaan korupsi pengadaan chromebook atau laptop dalam program digitalisasi di Kemendikbudristek periode 2019-2022 itu, telah naik ke tahap penyidikan,
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan bahwa pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020, ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas, untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal, saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019, hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Namun, pada saat itu Kemendikbudristek malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.
Harli menuturkan, Kemendikbudristek diketahui mendapat anggaran pendidikan total 9,9 triliun pada 2019-2022.
Jumlah tersebut di antaranya dialokasikan untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook tersebut, sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun.
Kemudian, untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.
Kemudian, berdasarkan uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat.
Di mana, hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ibriza Fasti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.