Minggu, 24 Agustus 2025

Hari Bhayangkara 2025

Belajar Integritas dari Jenderal Hoegeng: Keluarga Terima Hadiah Tak Diperbolehkan, Anggap Suap

Hoegeng dikenal sebagai polisi bersih dan anti suap. Bahkan, keluarganya pun sampai tidak diperbolehkan menerima hadiah dari siapapun.

|
Istimewa
INTEGRITAS HOEGENG - Kapolri periode 1968-1971, Jenderal Hoegeng Iman Santoso, dikenal sebagai polisi yang bersih dan anti korupsi. Bahkan, keluarganya sampai tidak diperbolehkan untuk menerima hadiah dalam bentuk apapun. Hoegeng khawatir hadiah itu adalah wujud suap dari pihak tertentu kepadanya. 

TRIBUNNWES.COM - HUT ke-79 Bhayangkara diperingati pada Selasa (1/7/2025) hari ini.

Sosok Kapolri periode 1968-1971 yaitu Jenderal Hoegeng Imam Santoso pun tidak dipisahkan dari sejarah institusi Polri.

Dalam catatan sejarah, dia dikenal sebagai polisi yang berintegritas dan anti suap.

Bahkan, saking tidak mau disogok oleh pihak manapun, Hoegeng sampai melarang keluarganya menerima hadiah.

Pasalnya, hadiah tersebut ditakutkan oleh Hoegeng dijadikan cara pihak untuk menyuap dirinya tetapi lewat keluarganya.

Istri Hoegeng, Meriyati Hoegeng mengaku pernah dilarang suaminya untuk menerima hadiah berupa emas seberat 10 gram dari seorang perempuan.

Adapun perempuan tersebut kehilangan mobil miliknya dan berhasil ditemukan karena jasa Hoegeng.

Meriyati mengungkapkan mulanya, perempuan bernama Ruslan itu melapor kepadanya karena laporan terkait mobil miliknya yang hilang tidak ditindaklanjuti.

"Pada suatu hari ketemu sama saya, dia (Ruslan) bilang 'ibu, ibu, saya kehilangan mobil saya. Saya lapor ke polisi kok nggak ada perkembangannya sama sekali'," katanya dikutip dari YouTube Mata Najwa, Selasa (1/7/2025).

Baca juga: Jelang HUT ke-79 Bhayangkara Penjual Bunga di Makam Jenderal Hoegeng Raup Cuan Jutaan Rupiah

Setelah menerima laporan itu, Meriyati pun langsung melaporkannya ke Hoegeng untuk membantu menyelidiki hilangnya mobil Rusli.

Lalu, tak berselang lama, kasus tersebut pun selesai setelah diurusi oleh Hoegeng.

Bahkan, kata Meriyati, mobil Rusli yang sempat hilang itu berhasil ditemukan dan kembali kepadanya.

"Belum ada sekejap, satu minggu dua minggu, mobil kembali dan dikembalikan kepada ibu itu," ceritanya.

Meriyati bercerita dirinya menerima hadiah berupa 10 gram emas dari Ruslan karena berkat Hoegeng, kasusnya terungkap dan mobilnya dikembalikan.

Dia menduga hadiah emas itu adalah wujud terima kasih karena mobilnya telah ditemukan.

"Pada suatu hari datang bingkisan kecil diantar ke saya dan saya lihat itu rantai emas. Kalau nggak salah beratnya 10 gram itu. Katanya dari ibu Ruslan untuk ibu. Mungkin untuk bilang terima kasih," ujar Meriyati.

Setelah menerima bingkisan itu, Meriyati pun menelepon suaminya. Namun, Hoegeng melarang istrinya itu menerima hadiah tersebut.

Lantas, Hoegeng pun bakal mengembalikan hadiah emas itu ke Ruslan.

"Bapak bilang 'serahkan kepada saya. Dengan sopan santun, saya akan mengatakan kepada ibu itu bahwa tugas polisi itu hanya menolong dan tidak boleh menerima apa-apa. Kalau mau begitu (menerima hadiah), jangan jadi polisi'," kata Meriyati menirukan ucapan Hoegeng.

Kala Hoegeng Larang Anak Rayakan Ulang Tahun

Kisah tak jauh berbeda juga dialami putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng.

Bahkan, sosok yang akrab disapa Didit itu bercerita di mana sang ayah melarang adanya perayaan ulang tahun.

"Jadi kita berangkat dari tidak punya apa-apa. Tapi, bapak sudah memberi batasan-batasan kepada kita sampai merayakan ulang tahun pun tidak dibenarkan," kata Didit.

Dia teringat ketika kecil dan tengah berulang tahun, ada temannya yang menghadiahinya mainan kapal-kapalan.

Saking takutnya Didit ketahuan ayahnya menerima hadiah, mainan pemberian temannya itu dimainkannya di bawah kolong tempat tidurnya.

"Waktu saya ulang tahun saya dikasih kapal-kapalan, itu ulang tahun keenam atau ketujuh. Saking takutnya, saya mainin kapal-kapalan itu di bawah kolong tempat tidur," cerita Didit.

Dari cerita tersebut, Hoegeng beralasan bahwa ketika ada pihak tertentu tidak bisa menyuapnya, maka bisa lewat keluarganya.

"Karena bapak beranggapan bahwa nanti mungkin orang mencoba (suap) melalui beliau, tidak mungkin, tetapi melalui keluarga seperti anak atau istri," tuturnya.

Didit pun sampai berkelakar bahwa menjadi anak seorang Hoegeng yang notabene adalah orang nomor satu di Polri tidak enak.

Hoegeng Geram Ada Suap di Rumah Dinasnya,  Ogah Menempati

Meski sudah dikenal luas sebagai polisi anti suap, masih saja ada orang yang tetap mencoba menyuap Hoegeng.

Peristiwa ini terjadi ketika Hoegeng pindah dinas dari Surabaya ke Medan.

Didit mengungkapkan setibanya di rumah dinas, sudah ada perabotan lengkap yang disebut berasal dari pengusaha-pengusaha di Medan dan berindikasi sebagai langkah suap terhadap Hoegeng.

Hoegeng pun geram dan tak sudi untuk tinggal di rumah dinas tersebut dan lebih memilih menetap di hotel karena adanya perabotan tersebut.

Didit menceritakan sang ayah baru mau tinggal di rumah dinas itu ketika seluruh perabotan tersebut dikeluarkan.

"Ternyata bapak tidak menginginkan kita masuk rumah. Kita tetap tinggal di hotel sampai barang-barang itu dikeluarkan dari rumah."

"Bapak hanya mau yang tertinggal di rumah itu adalah yang ada tulisannya 'Inventaris Polri'. Itu saja yang boleh di dalam rumah," ujar Didit.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ika)

 

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan