UU Pemilu
Yusril Ungkap Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Munculkan Masalah Baru
Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan MK soal pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah final serta mengikat.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan MK soal pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah final serta mengikat.
Meski begitu dikatakan ada persoalan yang harus diatasi pemerintah. Terkait putusan MK bahwa Pemilu dan Pilkada harus berlangsung dengan jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan tersebut.
"Sekarang sudah mau tidak mau, karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding. Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali UU pemilu termasuk sejumlah masalah baru yang timbul mengenai anggota DPRD," kata Yusril kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Dijelaskannya kalau kepala daerah bisa ditunjuk melalui Penjabat (Pj). Walaupun dengan Pj yang dua setengah tahun itu seluruh provinsi kabupaten kota, jumlahnya banyak sekali dibandingkan sebelumnya.
"Tapi itu mungkin bisa diatasi pemerintah. Tapi bagaimana halnya dengan anggota DPRD, apakah bisa diperpanjang. Karena memang anggota DPR itu harus dipilih oleh rakyat," kata Yusril.
Kemudian ia mempertanyakan atas dasar apa jikalau DPRD diperpanjang masa jabatannya dua setengah tahun.
"Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk dua setengah tahun. Apa mau bentuk DPRD sementara atau bagaimana. Itu masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi. Saya kira kita semua bekerja keras memikirkan persoalan ini," tandasnya.
Baca juga: DPR Didorong Segera Bahas RUU untuk Pemilu 2029, Pakar: Banyak Masalah Warisan Pemilu 2024
Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR Sebut Putusan MK Hapus Pemilu Serentak Kontradiktif
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban melaksanakan seluruh pemilu pada waktu yang sama.
Karena itu, MK memberi penafsiran baru bahwa pemungutan suara dilakukan dalam dua tahap: pertama untuk pemilu nasional, lalu beberapa waktu setelahnya untuk pemilu lokal.
Norma-norma lain terkait teknis pelaksanaan pemilu juga wajib disesuaikan dengan penafsiran baru MK tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.