Sabtu, 23 Agustus 2025

Pendaki Tewas di Gunung Rinjani

Yusril Sebut Ancaman Membawa Kasus Juliana Marins ke Hukum Internasional Tak Bisa Dilakukan

Yusril yakin membawa kasus kematian Juliana Marins ke hukum internasional yakni Inter American Commission on Human Rights, tidak dapat dilakukan.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews/Taufik Ismail
HUKUM INTERNASIONAL - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (20/2/2025). Yusril yakin membawa kasus kematian Juliana Marins ke hukum internasional yakni Inter American Commission on Human Rights, tidak dapat dilakukan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa ancaman otoritas Brasil yakni The Federal Public Defender's Office of Brasil (FPDO) membawa kasus kematian Juliana Marins ke hukum internasional yakni Inter American Commission on Human Rights, tidak dapat dilakukan.

Pasalnya kata Yusril Indonesia bukan merupakan bagian dari anggota konvensi lembaga internasional tersebut.

"Pemerintah RI bukanlah pihak dalam konvensi maupun anggota dari komisi tersebut. Setiap upaya untuk membawa negara kita ke sebuah forum internasional apapun, bahkan termasuk lembaga peradilan seperti International Court of Justice (ICJ) ataupun International Criminal Court (ICC) di Den Haag tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kita menjadi pihak dalam konvensi atau statutanya, dan kita setuju lebih dahulu untuk membawa sebuah kasus ke badan itu. Itu adalah prinsip dalam hukum dan tata krama internasional," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat, (4/7/2025).

Yusril yang juga merupakan pakar Hukum Tata Negara mengatakan hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menerima surat atau nota diplomatik apapun dari Pemerintah Brasil yang mempertanyakan insiden kematian Juliana Marins. Ia telah berkomunikasi dengan Menko Polkam Budi Gunawan dan Menlu Sugiono dalam menyikapi insiden kematian Juliana Marins ini.

Menurutnya yang bersuara lantang terkait kematian Juliana Marins bukanlah pemerintah Brasil, melainkan lembaga independen negara.

"Yang bersuara lantang atas insiden kematian Juliana Marins ini adalah Pembela HAM dari The Federal Public Defender's Office of Brasil (FPDO), sebuah lembaga independen negara seperti Komnas HAM di sini, yang menangani advokasi atas laporan kasus-kasus pelanggaran HAM di Brasil", kata Yusril.

Juliana Marins meninggal  setelah terjatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter di tebing Gunung Rinjani, NTB pada 26 Juni lalu.

Pemerintah, kata Yusril, telah menjelaskan kepada publik mengenai insiden tersebut, termasuk mengenai upaya evakuasi dan otopsi yang dilakukan di sebuah Rumah Sakit di Denpasar.

Menurut Yusril, hasil otopsi telah dengan jelas menunjukkan bahwa Juliana Marins meninggal antara 15-30 menit setelah badannya terhempas di bebatuan gunung akibat kerusakan organ dan patah tulang yang parah karena terjatuh dari ketinggian 600 meter itu.

Pada prinsipnya kata Yusril, pemerintah RI mempersilakan dan menghormati keinginan keluarga yang ingin melakukan otopsi ulang.  Namun, secara teoritis, apabila  metodologi yang dilakukan mengikuti standar forensik yang sama maka hasilnya tidak akan jauh berbeda.

Yusril juga meminta semua pihak untuk menjaga hubungan baik Indonesia-Brasil. Jangan sampai meninggalnya Juliana Marins merusak hubungan kedua negara.

"Hubungan baik dan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Brasil harus tetap dijaga dan tidak boleh terganggu dengan insiden kematian Juliana Marins ini," tutup Yusril.

Untuk diketahui meninggalnya Juliana Marins menimbulkan pro kontra di media sosial. Kematian Juliana berimbas terhadap perang rating yang dilakukan netizen Brasil dan Indonesia.

Usai banyak warganet Brasil yang memberi rating jelek Gunung Rinjani di Google Maps.
Netizen Indonesia turut memberi rating buruk di Hutan Amazon.

Sebelumnya jenazah Juliana, pendaki asal Brasil yang ditemukan tewas usai jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia, akhirnya tiba di São Paulo, Brasil, pada Selasa (1/10/2025).

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan