Dahlan Iskan dan Kasusnya
Daftar Kasus Hukum Dahlan Iskan: Dulu Terjerat Kasus Mobil Listrik, Kini Diduga Terlibat TPPU
Berikut deretan kasus hukum yang pernah menjerat Dahlan Iskan. Terbaru, dia jadi tersangka dugaan TPPU.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, terjerat kasus hukum.
Dia telah ditetapkan menjadi tersangka dugaan pemalsuan surat, penggelapan dalam jabatan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka tersebut diketahui lewat surat penetapan yang sudah ditandatangani oleh Kepala Subdirektorat I Ditreskrimum Polda Jawa Timur pada Senin (7/7/2025) kemarin.
"Saudara Dahlan Iskan statusnya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka," demikian tertulis dalam surat tersebut.
Adapun penetapan tersangka terhadap Dahlan terkait laporan dari perwakilan manajemen Jawa Pos, Rudy Ahmad Syafei Harahap, tertanggal 13 September 2024 lalu.
Berdasarkan laporan tersebut, Dahlan diduga terlibat dalam pemalsuan soal kepemilikan dan pengelolaan aset perusahaan.
Sementara, penetapan tersangka terhadap Dahlan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan penyidik tertanggal 10 Januari 2025 lalu.
Dahlan bukan menjadi tersangka satu-satunya dalam kasus ini. Nama mantan Direktur Jawa Pos, Nany Wijaya, turut ditetapkan menjadi tersangka.
Adapun Dahlan dijerat Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, serta Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP, yang mengatur perbuatan bersama-sama dan TPPU.
Baca juga: Dahlan Iskan Heran Ditetapkan Tersangka: Saya Belum Tahu, Apa Ini Terkait PKPU?
Namun, soal penetapan tersangka tersebut, Dahlan mengaku belum mengetahuinya.
"Kok saya belum tahu ya, apa ini ada kaitannya dengan permohonan PKPU yang saya ajukan?" ujar Dahlan Iskan melalui pesan WhatsApp, Selasa (8/7/2025).
Di sisi lain, Dahlan bukan kali ini saja terjerat kasus hukum. Berdasarkan catatan Tribunnews.com, dia sudah tiga kali berhadapan dengan hukum dan berujung dipenjara dalam satu dekade terakhir
Kasus Gardu Induk Tahun 2015
Kasus pertama yang menjerat Dahlan adalah terkait dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013 yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Pada 5 Juni 2015 lalu, Dahlan ditetapkan menjadi tersangka kala saat itu menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PLN.
Adapun kasus ini berawal ketika PLN berencana membangun 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dengan anggaran mencapai Rp1 triliun.
Namun, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta, negara justru dirugikan sebesar Rp33,2 miliar akibat proyek tersebut.
Kerugian tersebut lantaran dari 21 gardu yang direncanakan dibangun, hanya terbangun lima hingga kontrak selesai pada 2013.
Pasca-ditetapkan menjadi tersangka, Dahlan lalu meluncurkan situs bernama gardudahlan.com sebagai platform untuk menjelaskan kasus yang menjeratnya serta wujud pertanggungjawabannya.
Tak terima, Dahlan lantas mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait pentapan tersangka terhadap dirinya.
Lalu, pada 5 Agustus 2015, Dahlan dinyatakan tidak sah ditetapkan menjadi tersangka oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan saat itu, Lendriaty Janis.
Hakim menganggap Kejati DKI tidak terlebih dahulu melakukan penyelidikan hingga pencarian barang bukti sebelum menetapkan Dahlan menjadi tersangka korupsi.
"Permohonan pemohon dikabulkan untuk seluruhnya," kata Janis saat itu.
Kasus Pelepasan Aset BUMD Jatim

Dahlan kembali terjerat kasus korupsi terkait pelepasan aset BUMD Jawa Timur PT Panca Wira Usaha (PWU).
Dia pun divonis dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair dua bulan penjara.
Adapun Dahlan dinyatakan terbukti melakukan penjualan aset PT PWU di Kabupaten Tulungagung dan Kediri dengan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Alhasil, Dahlan yang saat itu menjabat sebagai dirut membua negara merugi Rp11 miliar.
Namun, dia tidak menjalani vonisnya di penjara tetapi menjadi tahanan kota.
Adapun putusan ini berdasarkan setujunya Kejati Jatim terkait surat penangguhan penahanan yang diajukan pihak keluarga Dahlan.
Sementara, alasan pihak Kejati karena Dahlan mempunyai riwayat kesehatan. Ia pernah melakukan transplantasi hati dan hipertensi.
Kemudian, Dahlan pun mengajukan banding atas hukumannya tersebut dan dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 21 April 2017 lalu
Dia pun dinyatakan bebas. Putusan ini membuat jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun, banding jaksa ditolak MA dan menguatkan putusan PT Surabaya yang menyatakan Dahlan bebas dari segala tuduhan.
Kasus Korupsi Mobil Listrik
Dahlan Iskan kembali terjerat kasus korupsi terkait pengadaan mobil listrik untuk Konferensi APEC di Bali pada Oktober 2013 lalu saat dia masih menjabat sebagai Menteri BUMN.
Adapun kasus ini berawal dari kesepakatan tiga BUMN untuk membiayai pengadaan 16 mobil listrik senilai Rp32 miliar yaitu BRI, PGN, dan Pertamina.
Lalu, ketika itu, PT Sarimas Ahmadi Pratama ditunjuk sebagai pihak swasta yang mengerjakan proyek tersebut.
Namun, mobil listrik tersebut ternyata dianggap tidak memenuhi kualifikasi bagi peserta APEC.
Kemudian, mobil itu diserahkan ke beberapa universitas untuk dijadikan bahan penelitian.
Akibatnya, Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmad, ditetapkan menjadi tersangka dan divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara pada Maret 2016 oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Terkait kasus ini, Dahlan lantas mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
Namun, pada 14 Maret 2017, permohonan itu ditolak oleh hakim tunggal, Made Sutrisna.
Adapun alasannya, Dahlan dinilai memiliki keterkaitan dengan korupsi mobil listrik tersebut dengan dua bukti yang cukup.
"Majelis hakim menilai dua alat bukti yang ada sudah sah sehingga apa yang sudah ada dalam putusan kasasi itu memang sudah ada bukti yakni 16 mobil dan keterangan saksi-saksi," papar Made.
Made juga mengatakan dalam permohonan pemohon tidak dapat membuktikan dalil hukum kerugian negara sehingga menolak petitum pemohon tidak dilihat kembali.
"Bukti keterangan ahli pemohon tidak relevansi, sehingga majelis hakim tidak akan dipertimbangankan," tuturnya.
Jadi Saksi Kasus Korupsi LNG

Dahlan juga sempat diperiksa menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011–2014 oleh KPK pada 3 Juli 2024 lalu.
Dia mengaku dikonfirmasi oleh penyidik ihwal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Tentang RUPS, RUPS apakah rencana itu sudah di RUPS-kan atau mendapat persetujuan RUPS. Cuma itu tok," ucap Dahlan.
Pada kasus ini, mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan divonis sembilan tahun penjara.
Sementara, awal mula KPK akhirnya memeriksa Dahlan sebagai saksi setelah namanya sempat disebut Karen terkait dia mengetahui soal proses pengadaan LNG.
Karen mengatakan hal itu dibuktikan adanya tanda tangan Dahlan dalam disposisi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Reynas Abdila/Ilham Rian Pratama/Valdy Arief/Willem Jonata)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.