Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja
KPK Ungkap Uang Hasil Pemerasan Tenaga Kerja Asing Rp 8,94 Miliar Dibagikan ke 85 Pegawai Kemnaker
KPK mengungkap uang hasil pemerasan TKA Rp 8,94 miliar dibagikan kepada sekitar 85 pegawai di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta lain dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Selain dinikmati delapan tersangka utama, uang hasil pemerasan yang totalnya mencapai Rp 53,7 miliar itu ternyata juga mengalir ke puluhan pegawai lainnya.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan, dana sebesar Rp 8,94 miliar secara khusus dibagikan kepada sekitar 85 pegawai di lingkungan Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
Pembagian ini dilakukan atas perintah dua pejabat tinggi yang kini telah menjadi tersangka.
"Praktik korupsi ini sudah sistemik. Atas perintah Tersangka SH (Suhartono) dan HY (Haryanto), uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan," ujar Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Baca juga: KPK Tahan 4 Pejabat Kemnaker Tersangka Kasus Pemerasan Izin Tenaga Kerja Asing
Pada hari ini, KPK resmi melakukan penahanan terhadap empat dari delapan tersangka yang telah ditetapkan sejak 5 Juni 2025.
Keempatnya ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih.
Baca juga: KPK Buka Kemungkinan Usut Dugaan Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker Era Cak Imin
Empat tersangka yang ditahan:
1. Suhartono (SH). Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker (2020–2023).
2. Haryanto (HY): Direktur PPTKA (2019–2024) dan Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025).
3.Wisnu Pramono (WP): Direktur PPTKA (2017–2019).
4. Devi Anggraeni (DA): Koordinator Uji Kelayakan hingga Direktur PPTKA (2020–2025).
Sementara itu, empat tersangka lainnya, yaitu GTW (Gatot Widiartono), PCW (Putri Citra Wahyoe), JMS (Jamal Shodiqin), dan ALF (Alfa Eshad), belum dilakukan penahanan.
Modus Pemerasan Sistematis
Setyo menjelaskan, para tersangka membangun modus di mana pemohon RPTKA sengaja dipersulit jika tidak memberikan sejumlah uang.
Verifikator, atas perintah atasan mereka, hanya akan memproses permohonan dari perusahaan yang sudah membayar atau berjanji akan membayar.
"Bagi pemohon yang tidak memberikan uang, berkasnya tidak diberitahu kekurangannya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktunya. Hal ini memaksa mereka membayar agar tidak terkena denda harian sebesar Rp1 juta per TKA selama RPTKA belum terbit," jelas Setyo.
Dari total uang haram Rp 53,7 miliar yang terkumpul selama periode 2019–2024, para tersangka menerima bagian dengan jumlah bervariasi.
Tersangka HY diduga menerima bagian terbesar, yakni sekurang-kurangnya Rp 18 miliar, sementara tersangka PCW menerima Rp13,9 miliar.
Hingga saat ini, para pihak telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK sebesar Rp8,51 miliar.
Penyidik juga telah menyita aset bergerak berupa 13 unit kendaraan dan aset tidak bergerak berupa puluhan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jabodetabek dan Jawa Tengah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.