Senin, 29 September 2025

Beras Oplosan

Soal Kasus Beras Oplosan, Kapolri Sebut Masih Tunggu Hasil Laboratorium 

Sejauh ini, lanjut Sigit, sudah ada 25 produsen beras yang dimintai keterangannya oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri

Warta Kota/Yulianto
BERAS OPLOSAN - Pembeli mengecek kualitas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (15/7/2025). Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan telah mengidentifikasi 212 merek beras oplosan dan tidak memenuhi standar mutu. Merek tersebut akan diumumkan secara bertahap kepada publik, sembari menunggu proses hukum dari aparat terkait. Warta Kota/Yulianto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut saat ini pihaknya masih mendalami soal kasus beras oplosan yang meresahkan masyarakat.

Sigit mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu hasil laboratorium terkait pemeriksaan sampel beras-beras tersebut.

"Kita bekerjasama dengan Kementan untuk melakukan pengecekan lab terhadap mereka progres masih berlangsung,” kata Sigit kepada wartawan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (17/7/2025).

Sejauh ini, lanjut Sigit, sudah ada 25 produsen beras yang dimintai keterangannya oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri.

"Sampai dengan hari ini rencana kita akan melakukan pemeriksaan terhadap 25 distributor ataupun produsen. Kategori sementara mengoplos kemudian juga ada yang berat di bawah ketentuan tidak sesuai dengan yang ada di dalam list di kemasan,” ujarnya.

Baca juga: Firnando Ganinduto Soroti Isu Beras Oplosan dan Permendag Nomor 8 di Raker dengan Kemendag

Diberitakan, Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan menemukan sebanyak 212 merek beras yang produknya tidak sesuai standar atau berisi beras oplosan

212 merek itu ditemukan tak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap salah satu modusnya, yakni pencantuman label yang tidak sesuai dengan kualitas beras sebenarnya atau sering disebut oplosan.

Amran mencontohkan, sebanyak 86 persen dari produk yang diperiksa mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal hanya beras biasa. 

Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg. 

"Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia," kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7/2025).

Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun. 

"Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir Rp100 triliun," tegasnya.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan