Ijazah Jokowi
Eks Rektor UGM Tarik Ucapan soal Ijazah Jokowi, Rismon Sianipar: Prof Sofian Effendi Tertekan
Rismon Sianipar menyebut bahwa eks rektor UGM Sofian Effendi mengalami tekanan setelah berkomentar ijazah Jokowi.
Penulis:
Rakli Almughni
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Ahli digital forensik, Rismon Sianipar, menyebut mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Sofian Effendi, mengalami tekanan psikologis, sehingga menarik ucapannya terkait dengan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Sofian Effendi adalah rektor UGM pada periode tahun 2002 hingga 2007.
Selama kurang lebih 5 tahun ia menakhodai UGM sebagai pimpinan tertinggi alias rektor di kampus terbaik di Yogyakarta itu.
Rismon menyampaikan, Sofian Effendi mendapat ancaman akan dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri oleh para pendukung Jokowi, yakni Jokowi Lovers.
Rismon juga membantah jika mantan rektor UGM itu tidak tahu menahu soal pernyataannya diunggah di kanal YouTube miliknya pada Rabu (16/7/2025).
Menurut Rismon, Sofian Effendi tahu bahwa obrolannya kala itu dipublikasikan di YouTube.
"Mungkin Prof Sofian Effendi kan mengalami tekanan psikologis yang sangat intens akibat dari ancaman laporan dari Jokowi Lovers," kata Rismon Sianipar, dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (19/7/2025).
"Ada ancaman bahkan dilaporkan ke Bareskrim oleh Jokowi Lovers," imbuhnya.
Baca juga: Tarik Pernyataan soal Isu Ijazah Jokowi, Eks Rektor UGM Sofian Effendi Diduga Dapat Tekanan
Meski begitu, Rismon tetap menghargai keputusan Sofian Effendi yang menarik pernyataannya soal ijazah Jokowi.
Kendati demikian, kata Rismon, apa yang diucapkan sebelumnya oleh Sofian Effendi tetap merupakan informasi yang berharga.
"Keterangan dari Sofian Effendi itu sangat penting karena didapatkan dari internal UGM," ujar Rismon Sianipar.
Sofian Effendi telah menarik semua pernyataannya mengenai sosok Jokowi hanya dalam selang satu hari.
Ia mengaku ternyata tidak tahu obroloannya dengan Rismon Sianipar dan kawan-kawan diunggah di YouTube.
Sofian hanya mengira bahwa percakapannya dengan Rismon Sianipar itu diperuntukkan bagi internal, bukan publik.
Ia menyadari bahwa ucapannya kala itu tidak pantas diunggah ke publik.
Dia juga mengaku keberatan terkait dengan peredaran video itu.
Sofian bahkan meminta video pembicaraan tentang ijazah Jokowi tersebut bisa ditarik dari peredaran.
"Saya tidak sadar itu akan dipublikasikan. Saya tidak menyangka akan dipublikasikan seperti itu. Omongan saya tidak pantas untuk diomongkan (ke publik)" kata Sofian Effendi, Kamis (17/7/2025), dikutip dari Tribun Jogja.
Setelah videonya viral, Sofian mengaku menerima ancaman dari pendukung Jokowi yang hendak melaporkannya kepada Bareskrim Polri.
Mengingat usianya yang sudah 80 tahun, Sofian akhirnya meminta maaf karena ia tidak ingin berurusan dengan polisi.
"Para pendukung mantan presiden itu, mereka gerah sepertinya karena soal ijazah disebut. Mereka menyebut akan mengadukan saya pada Bareskrim," tutur Sofian Effendi.
"Maka, saya meminta maaf atas pernyataan saya. Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini, apalagi saya sudah berusia 80 tahun dan keluarga saya juga terganggu," ujarnya.
Sofian Effendi juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang ia sebutkan di dalam video yang diunggah Rismon Sianipar di YouTube.
Ia juga meminta maaf kepada rektor UGM saat ini, yakni Prof Ova Emilia.
Sofian menegaskan bahwa dirinya saat ini masih aktif sebagai anggota organisasi UGM.
"Saya tidak ingin diadu dengan Prof Ova. Itu tidak baik. Bagaimana pun, saya adalah anggota organisasi UGM."
Pernyataan menggemparkan Sofian Effendi
Prof Sofian Effendi menyebut bahwa Jokowi nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.
Menurutnya, transkrip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda.
Pernyataan itu disampaikan Sofian dalam sesi wawancara dengan Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025),
Sofian Effendi mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan UGM.
Ia bercerita, Joko Widodo pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM, masuk pada tahun 1980.
"Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah," kata Sofian, (Rabu (16/7/2025).
Pada tahun 1980, menurut Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono.
Menurut dia, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono
Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi.
Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan.
Berbeda dengan Jokowi, menurut Prof Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk.
"Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai," ujar Prof Sofian.
Transkrip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
"Saya lihat di dalam transkrip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda," katanya.
Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.
Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1.
"Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong," ungkapnya.
Karena penasaran, Prof Sofian sempat menanyakan langsung kepada pihak UGM perihal skripsi Jokowi yang beredar itu.
"Saya tanya ke petugasnya, 'mbak ini kok kosong'? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji," ungkapnya.
Dengan tidak adanya skripsi yang disahkan, Prof Sofian memastikan maka Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah S1.
"Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia," kata Prof Sofian.
Di sisi lain, Prof Sofian juga mendengar rumor bahwa Jokowi pernah meminjam ijazah Hari Mulyono untuk kepentingan tertentu.
"Hari Mulyono lulus, kawin dengan adiknya dia, Idayati, punya dua anak. Itu kabarnya dia pinjem ijazahnya Hari Mulyononya ini. Kemudian ijazah ini yang dipalsuin dugaan saya. Jadi itu kejahatan besar itu. Dia kan selalu mengenalkan, bahwa untuk ijazah yang dibawa-bawa oleh dia itu, itu kan bukan foto dia. Itu penipuan besar-besaran itu," ujarnya.
Prof Sofian Effendi lahir pada tanggal 28 Februari 1945.
Ia menduduki posisi jabatan sebagai rektor UGM sejak tahun 2002 hingga 2007.
Sofian Effendi juga dikenal sebagai Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM.
Dalam kariernya, ia juga tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 1999 hingga 2000.
Berikut jejak karier Sofian Effendi:
- Asisten Profesor Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada (1969−1998)
- Sekretaris Eksekutif Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1978−1983)
- Direktur Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (1981−1986)
- Direktur Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1983−1994)
- Wakil Rektor bidang Kerjasama Internasional, Universitas Gadjah Mada (1991−1994)
- Pendiri dan Direktur Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik dan Administrasi, Universitas Gadjah Mada (1992−2002)
- Wakil Rektor bidang Perencanaan dan Pembangunan, Universitas Gadjah Mada (1994−1995)
- Asisten Menteri Negara Riset dan Teknologi (1995−1998)
- Sekretaris Eksekutif Dewan Riset Nasional (1995−1998)
- Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia (1998)
- Asisten Sekretaris Negara bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan (1998−1999)
- Kepala Badan Kepegawaian Negara (1999−2000)
- Profesor Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (1998)
- Rektor Universitas Gadjah Mada (2002−2007)
- Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (2012−2014)
- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (2014−2019)
- Dewan Pembina The Habibie Center (2019−sekarang)
(Tribunnews.com/Rakli) (TribunJogja.com/Ardhike Indah)
Sumber: TribunSolo.com
Ijazah Jokowi
Rismon Sianipar Desak UGM Terbuka Soal Data Akademik Jokowi: Jangan Hanya Lewat Podcast Internal |
---|
Mahfud MD Minta UGM Tak Bela Mati-matian Ijazah Jokowi: Penjelasannya Cukup, Bukan Urusan UGM Lagi |
---|
Profil Bambang Tri Mulyono, Penulis Buku Jokowi Undercover yang Resmi Bebas Bersyarat |
---|
Bambang Tri Terpidana Kasus Ijazah Jokowi Bebas Bersyarat, Proses PK di MA Tetap Lanjut |
---|
Bambang Tri Mulyono Bebas Bersyarat, Penulis Jokowi Undercover Kini Hidup di Bawah Pengawasan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.