Kasus Impor Gula
Momen Makan Bakmi Jawa Bareng di Solo dan Kasus Tom Lembong-Hasto Kristiyanto
Pakar Hukum Feri Amsari membedah momen makan bakmi jawa bareng di Solo dengan kasus Tom Lembong-Hasto yang sarat dengan peradilan politik.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus dosen Universitas Andalas, Feri Amsari, mengaitkan momen Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) makan bakmi Jawa di Solo pada Minggu (20/7/2025) dengan kasus hukum yang saat ini tengah menjerat mantan Menteri Perdagangan RI Tom Lembong serta mantan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Feri Amsari meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum dari Universitas Andalas. Menyelesaikan studi Master of Law di William & Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat
Menurut Feri Amsari hal tersebut bisa menjelaskan hubungan antara pemerintahan Jokowi dan Prabowo dalam kaitannya dengan kasus yang menjerat Tom dan Hasto.
"Saya pikir makan malam bakmi Jawa kemarin malam antara Prabowo dan Jokowi sudah bisa menjelaskan pertanyaan itu. Bahkan bisa dijawab dengan kondisi yang kita dengar beberapa bulan yang lalu, menggelegar dan monumental pernyataan 'hidup Jokowi' oleh presiden yang berkuasa saat ini," kata Feri Amsari di Fakultas Hukum UI, Salemba, Jakarta pada Senin (21/7/2025).
"Itu sudah menjelaskan bahwa apa yang mereka sebut keberlanjutan juga bermakna keberlanjutan untuk menjegal lawan-lawan politik. Itu sudah membuktikan banyak hal yang tidak boleh kita ragukan lagi bahwa ada kerja sama tertentu di antara presiden yang saat ini dan sebelumnya kalau bicara soal kepentingan politik," ungkapnya.
Feri memandang proses peradilan kasus yang menjerat Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto adalah peradilan politik.
Baca juga: Tom Lembong Ajukan Banding, Kuasa Hukum Soroti Pertimbangan Majelis Hakim
Tom Lembong terseret kasus impor gula, kini mengajukan banding atas vonis 4,6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.
Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP kini masih berstatus terdakwa dalam perkara terlibat suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI tahun 2019-2024 dan diduga melakukan perintangan penyidikan terkait pelarian buronan KPK, Harun Masiku.
Jaksa menuntut Hasto Kristiyanto dengan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sidang vonis Hasto Kristiyanto akan digelar Jumat (25/7/2025) di Pengadilan Tipikor Jakarta setelah salat Jumat.
Ciri peradilan politik, ungkap Feri Amsari, adalah memastikan proses peradilan itu bisa membungkam oposisi.
Feri Amsari pun mencoba mengajak publik untuk merunut pernyataan-pernyataan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sebelum diproses hukum.
Baca juga: H-4 Sidang Putusan, Kuasa Hukum Sekjen PDIP Yakin Majelis Hakim Berani Vonis Bebas Hasto
Menurutnya, baik Tom Lembong maupun Hasto Kristiyanto berbeda pandangan dengan penguasa.
"Dan ketika itulah kasusnya muncul dan terjadi. Jadi tidak ada juga argumentasi yang valid dalam proses peradilan yang memperlihatkan betapa buruknya proses yang dilakukan dua orang ini sehingga dianggap korup. Tidak terlihat di kasus Tom Lembong, tidak saya lihat di kasus Hasto," kata dia.
"Cuma orang-orang ini adalah secara politik adalah lawan dari yang berkuasa. Kalau kemarin persidangannya memperlihatkan ada upaya atau Tom Lembong atau Hasto melakukan tindakan korupsi terbuka, prosesnya terlihat alat buktinya nyata, mungkin kita juga tidak akan duduk di ruangan ini untuk bicara bagaimana ini adalah agenda peradilan politik. Pasti semua juga akan bubar, mengatakan bahwa ini memang terjadi," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.