Korupsi Emas
Pakar Hukum: Kajian Ulang Perkara Pengolahan Emas Antam Masih Dimungkinkan
Pakar hukum pidana menilai kajian ulang atas vonis enam mantan pejabat Antam terkait pengolahan emas masih dimungkinkan
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis terhadap enam mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Mereka dinyatakan bersalah dalam perkara pengolahan dan peleburan emas, yang disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,3 triliun.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Mei 2025, majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta kepada masing-masing terdakwa. Apabila denda tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Keenam terdakwa yakni Tutik Kustiningsih (Kepala Subbid Pengolahan Emas), Herman (Kepala Seksi Pengolahan), Iwan Dahlan (Kepala Bidang Pemurnian), Dody Martimbang (Kepala Bagian Teknik), Abdul Hadi Aviciena (Manajer Operasional), dan Muhammad Abi Anwar (Kepala Pengendalian Mutu)—dituduh menyalahgunakan kewenangan dalam proses pengolahan dan peleburan emas di UBPPLM.
Mereka dinyatakan terbukti mengatur penetapan harga beli, volume lebur, dan distribusi hasil pemurnian dengan tujuan memperkaya diri sendiri sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp3,3 triliun.
Menanggapi putusan tersebut, Dr. Chairul Huda, pakar hukum pidana dan akademisi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, menyatakan bahwa proses hukum masih dapat berlanjut melalui jalur banding ke Pengadilan Tinggi.
“Langkah hukum seperti banding masih terbuka bagi para terdakwa. Itu adalah hak konstitusional yang dijamin dalam sistem peradilan pidana kita,” kata Chairul Huda pada Kamis (24/7/2025).
Baca juga: PDIP Berharap Besok Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
Ia juga menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan pidana, masih ada ruang bagi penegak hukum seperti Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi penyidikan, apabila ditemukan alasan hukum yang memadai.
“Sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, seharusnya ada pertimbangan yang cukup dan mendalam. Jika kemudian ditemukan alasan hukum yang sah, penyidikan bisa saja dihentikan,” jelasnya.
Chairul menekankan bahwa penghentian penyidikan bukan berarti pencabutan status tersangka secara administratif, melainkan bagian dari proses hukum jika syarat formil atau materiil tidak terpenuhi.
“Jika ada dasar yang menyebabkan penyelidikan tidak bisa dilanjutkan, maka bukan pencabutan status tersangka, tetapi penghentian penyidikan,” tegasnya.
Profil Singkat Dr. Chairul Huda

Dr. Chairul Huda, S.H., M.H. adalah akademisi dan pakar hukum pidana yang dikenal luas di Indonesia. Ia merupakan dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan kerap diminta menjadi saksi ahli dalam berbagai perkara pidana dan tindak pidana korupsi.
Ia juga menjadi penasihat ahli Kapolri sejak 2004 dan anggota Tim Perancang RUU KUHP di Kemenkumham.
Lulusan doktoral Universitas Indonesia ini aktif dalam pengembangan hukum nasional serta dikenal karena komitmennya terhadap asas praduga tak bersalah, pentingnya mens rea dalam pembuktian pidana, dan jaminan hak-hak tersangka selama proses hukum berlangsung.
Korupsi Emas
Kasus Cap Emas Ilegal, Suryadi Lukmantara Dituntut 12 Tahun Penjara dan Uang Pengganti Rp444 M |
---|
Anggota Komisi III DPR Tanggapi Putusan Peninjauan Kembali Antam Versus Crazy Rich Surabaya |
---|
Pakar Hukum: Usai Kalah Peninjauan Kembali Aset Budi Said Bisa Disita Antam |
---|
BREAKING NEWS: MA Kabulkan PK Antam Versus Crazy Rich Surabaya, PK Budi Said Dibatalkan |
---|
Pakar Hukum Siap Hadapi 'Crazy Rich' Surabaya Jika Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.