Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
PDIP Berharap Besok Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
PDIP berharap vonis besok untuk Hasto Kristiyanto mencerminkan keadilan, bukan pengulangan nasib pahit seperti Thomas Lembong
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — DPP PDI Perjuangan menyatakan keyakinan kuat bahwa Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto akan divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keyakinan itu disampaikan menjelang sidang pembacaan putusan yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 25 Juli 2025.
"Kalau urusan besok kami optimis bahwa Pak Hasto, Insya Allah, kalau membaca dari setiap babak persidangan akan bebas," ujar Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (24/7/2025).
Said menilai fakta-fakta dalam persidangan tidak cukup kuat untuk membuktikan keterlibatan Hasto dalam dakwaan jaksa. Ia pun mengimbau masyarakat menunggu putusan hakim dengan tenang, sembari tetap mengawal jalannya proses hukum secara kritis.
Senada dengan Said, Ketua DPP PDIP lainnya, Komarudin Watubun, juga menyerukan agar majelis hakim menjatuhkan putusan yang adil dan tidak berpihak. Ia menyebut perkara ini telah terbuka di ruang persidangan dan dinilai sarat rekayasa.
"Kita berharap kasus Hasto kan sudah terbuka semua di pengadilan dan publik sudah tahu bahwa itu kasus hukum yang direkayasa. Jangan bernasib seperti Tom Lembong itu," ucap Komarudin.
Baca juga: Begini Cara Tom Lembong Bisa Update Sosmed Meski di Balik Jeruji Besi
Pernyataan itu merujuk pada kasus mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, yang pada 18 Juli 2025 divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara dugaan korupsi kuota impor gula.
Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp500 juta subsidair 4 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp2,1 miliar.
Meski Lembong membantah semua dakwaan dan menyebut kasusnya bermuatan politik, majelis hakim tetap menyatakan ia terbukti memperkaya diri melalui intervensi kuota impor yang merugikan keuangan negara.
Dua Dakwaan dan Tuntutan Terhadap Hasto Kristiyanto

Dalam perkara yang menjerat Hasto Kristiyanto, Jaksa Penuntut Umum dari KPK menuntut pidana penjara selama 7 tahun, serta menjatuhkan denda sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Tuntutan itu didasarkan pada dua dakwaan utama:
- Dakwaan suap PAW DPR — Hasto diduga mengetahui dan menyetujui skema suap yang diajukan oleh Harun Masiku, mantan caleg PDIP, untuk menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Harun disebut memberikan uang kepada komisioner KPU melalui perantara agar proses PAW disetujui.
- Perintangan penyidikan KPK — Hasto juga dituduh memerintahkan Harun Masiku tetap berada di kantor DPP PDIP dan mematikan serta merendam ponsel agar tak bisa disadap, saat KPK melakukan OTT pada 8 Januari 2020. Tindakan itu dinilai menghambat proses hukum dan pelarian Harun hingga kini.
Jaksa menilai Hasto melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 20 Tahun 2001.
Baca juga: Jelang Sidang Vonis Sekjen PDIP Hasto: Akan Disiarkan Live di YouTube hingga Pengunjung Dibatasi
Jaksa juga menyebut Hasto sebagai pejabat publik memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung upaya penegakan hukum. Alih-alih membantu, keterlibatannya dinilai memperburuk pemberantasan korupsi dan mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Vonis terhadap Hasto nanti dinilai penting tak hanya bagi kelanjutan kasus Harun Masiku, tapi juga sebagai ujian integritas bagi sistem peradilan di Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.