Rabu, 1 Oktober 2025

Gugatan UU Polri di MK, Pemerintah Tegaskan Pemberhentian Kapolri Adalah Hak Prerogatif Presiden

Menurut Eddy, hak prerogatif tersebut umumnya dimiliki oleh kepala negara dalam bidang-bidang yang dinyatakan secara eksplisit dalam konstitusi.

HO/Polri
GUGATAN UU POLRI - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat memimpin Apel Akbar Kokam Pemuda Muhammadiyah 2025 di Stadion Tridadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (20/7/2025). Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kekosongan hukum terkait kewenangan Presiden dalam memberhentikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kekosongan hukum terkait kewenangan Presiden dalam memberhentikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).

Kapolri adalah pejabat tertinggi yang memimpin seluruh organisasi Polri.

Baca juga: Kapolri Listyo Sigit: 20 SPPG Polda Lampung Ditargetkan untuk 52.564 Penerima Manfaat 

Kewenangan itu merupakan bagian dari hak prerogatif Presiden, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan ditegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan sebelumnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga peradilan tinggi di Indonesia yang berfungsi sebagai penjaga konstitusi. MK memiliki peran penting dalam memastikan bahwa semua undang-undang dan kebijakan negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum Edward O S Hiariej atau Eddy Hiariej dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri di MK, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Perkara ini terdaftar dengan Nomor 19/PUU-XXIII/2025.

"Menurut pasal 11 ayat 2 dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XIII/2015 pengangkatan dan pemberhentian Kapolri adalah hak prerogatif Presiden," kata Eddy.

Hak prerogatif Presiden adalah hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, yang diberikan langsung oleh konstitusi. Hak ini bersifat mandiri dan mutlak, artinya tidak bisa diganggu gugat oleh lembaga negara lain dalam pelaksanaannya.

Para pemohon sebelumnya mendalilkan terdapat kekosongan hukum mengenai mekanisme pemberhentian Kapolri di tengah masa jabatan Presiden, khususnya jika tidak ada alasan yang diatur secara eksplisit dalam undang-undang.

Menurut Eddy, hak prerogatif tersebut umumnya dimiliki oleh kepala negara dalam bidang-bidang yang dinyatakan secara eksplisit dalam konstitusi.

Dalam konteks ini, pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri merupakan kewenangan konstitusional Presiden.

Baca juga: Pemerintah: Masa Jabatan Kapolri Tak Sama dengan Menteri

"Salah satu kewenangan konstitusional Presiden adalah mengangkat jabatan-jabatan lain yang sangat strategis, yang memiliki implikasi besar terhadap pencapaian tujuan negara," jelas Eddy.

Ia merujuk pada pertimbangan 3.1.7 dalam Putusan MK Nomor 22/PUU-XIII/2015, yang menyatakan pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan bagian dari upaya negara menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Putusan MK tersebut sebelumnya juga telah menguji konstitusionalitas sejumlah ketentuan dalam UU Polri, UU TNI, dan UU Pertahanan, termasuk Pasal 11 ayat (2) UU Polri yang kini kembali digugat.

Dalam putusan itu, Mahkamah secara tegas menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved