Rabu, 24 September 2025

Soal RUU Haji dan Umrah, Amphuri Desak Regulasi Adil, Proporsional, dan Berpihak pada Jemaah

AMPHURI mengkritisi sejumlah poin penting dalam Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Editor: Adi Suhendi
Istimewa
AMPHURI - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) dalam Media Gathering Nasional di Jakarta, Jumat 1 Agustus 2025. AMPHURI memberikan sejumlah catatan kritis soal Revisi UU Haji dan Umrah. 

Di saat UU Nomor 8 Tahun 2019 menempatkan jemaah sebagai subjek yang harus dilindungi.

Konsep “mandiri” justru mendorong mereka untuk menjadi pihak yang berjuang sendiri, tanpa perlindungan hukum, jaminan layanan, atau kejelasan tanggung jawab.

Terkait hal tersebut, AMPHURI dengan tegas menyatakan bahwa terminologi “mandiri” harus dihapus dari batang tubuh RUU.

"Umrah harus diselenggarakan secara profesional dan bertanggung jawab melalui lembaga resmi PPIU. Jika tetap dipertahankan, maka pemerintah justru membuka ruang legalisasi praktik liar yang tidak bisa diawasi, tidak bisa dijamin, dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban," tulis AMPHURI.

Ketiga, AMPHURI menyoroti hilangnya pengakuan terhadap asosiasi.

AMPHURI menyayangkan draf RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah sama sekali tidak mencantumkan peran asosiasi penyelenggara haji dan umrah dalam struktur pengawasan, evaluasi, maupun kemitraan kebijakan.

Padahal, selama ini asosiasi seperti AMPHURI telah memainkan peran vital dalam menyusun standar layanan dan kode etik PIHK/PPIU, menjadi jembatan antara pelaku usaha dan regulator, melakukan pengawasan internal, serta menyuarakan kepentingan jemaah secara kolektif.
 
Tanpa pengakuan formal terhadap asosiasi, RUU ini berpotensi menghilangkan ruang partisipasi masyarakat sipil dan memperbesar sentralisasi kekuasaan dalam pengelolaan ibadah yang sangat sensitif.

"AMPHURI mengusulkan agar dimasukkan satu pasal baru tentang peran asosiasi, yang secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah dan Badan Penyelenggara Haji dan Umrah wajib melibatkan asosiasi resmi dalam proses penyusunan kebijakan, pengawasan layanan, dan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah," tulis AMPHURI.

AMPHURI pun menegaskan pihaknya tidak sedang meminta perlakuan istimewa, melainkan menuntut adanya regulasi yang adil, proporsional, dan berpihak kepada jemaah.

Menurut AMPHURI, penyelenggaraan ibadah bukan hanya urusan administratif, tetapi menyangkut keimanan, kepercayaan publik, dan profesionalitas pelayanan.

Atas berbagai catatan penting tersebut AMPHURI menyerukan tiga hal:

  1. Mengawal pembahasan RUU ini secara objektif dan kritis,
  2. Menyuarakan kepentingan jamaah sebagai subjek utama regulasi,
  3. Menjadi mitra literasi publik untuk menciptakan tata kelola haji dan umrah yang lebih adil, akuntabel, dan manusiawi.

Sekilas Tentang AMPHURI

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) lahir dari meleburnya tiga asosiasi travel haji dan umrah yang ada di Indonesia atas arahan Menteri Agama Maftuh Basyuni pada tahun 2006.

Ketiga asosiasi itu diantaranya Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPUH), Asosiasi Muslim Perusahaan Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPPUH) dan Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji (SEPUH). 

AMPHURI sebagai satu-satunya asosiasi penyelenggara haji dan umrah yang telah meraih sertifikat ISO 9001:2015 (Sistem Manajemen Mutu) dari Bureau Veritas.

Selain membentuk kepengurusan di pusat, AMPHURI adalah satu-satunya asosiasi haji dan umrah yang memiliki pengurus di daerah atau perwakilan di berbagai daerah. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan