Jumat, 3 Oktober 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Apakah Kebijakan Abolisi-Amnesti Presiden Butuh Keterlibatan Wapres? Ini Kata Pakar

Apakah kebijakan abolisi-amnesti presiden membutuhkan keterlibatan wakil presiden? Berikut penjelasan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar.

Kolase Tribun-timur.com
TOM LEMBONG DAN HASTO - Kolase foto eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong dan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto. Presiden Prabowo Subianto turun tangan selamatkan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto dari hukuman penjara. Apakah kebijakan abolisi-amnesti presiden membutuhkan keterlibatan wakil presiden? Berikut penjelasan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong dan amnesti kepada mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto serta sekitar 1 ribu narapidana lainnya.

Keputusan ini disetujui DPR RI berdasarkan Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 untuk abolisi Tom Lembong dan Nomor 42/Pres/072025 untuk amnesti, termasuk Hasto Kristiyanto.

Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

Sementara amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. 

Lantas, dalam memberikan abolisi dan amnesti, apakah Presiden Prabowo Subianto membutuhkan keterlibatan atau persetujuan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka?

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan bahwa keterlibatan wakil presiden baru dimanfaatkan ketika ban utamanya, dalam hal ini presiden, sedang terganggu.

Abdul Fickar Hadjar memiliki keahlian khusus dalam bidang Hukum Acara Pidana. Ia telah memperoleh sertifikasi profesi sebagai advokat dari PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia), organisasi profesi advokat di Indonesia.

Dalam acara On Focus di YouTube Tribunnews, Selasa (5/8/2025), Abdul Fickar menjelaskan, kedudukan seorang wapres hampir sama dengan menteri dalam sistem pemerintahan presidensial.

"Dia (wapres) pembantu saja, tapi dia lebih tinggi karena dia dipilih, bukan ditunjuk oleh presiden, tapi dia dipilih bersama-sama presiden (dalam pemilu)." 

"Tetapi fungsinya (wapres) itu dia menjadi optimal kalau presiden berhalangan. Nah, itu yang diatur di dalam konstitusi kita seperti itu," ujarnya. 

Ia menyebut, wapres melakukan tugas presiden jika presiden berhalangan. Jika presiden tak berhalang, maka ia hanya menjadi wakil saja.

Oleh karena itu, ketika mengambil keputusan, maka yang mengambil keputusan hanya presiden, sehingga nama produk-produk atau ketetapannya adalah keputusan presiden, bukan keputusan presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Pakar Hukum Nilai Pemberian Amnesti ke Hasto Bagian dari Politik Prabowo

Abdul Fickar menyatakan bahwa tak ada keputusan wakil presiden, adanya ialah keputusan presiden.

"Nah, karena itu tidak berpengaruh ya adanya wapres itu ketika presidennya itu masih bisa bekerja aktif. Jadi demikian juga secara hukum itu tidak mengharuskan keterlibatan wakil presiden ketika presiden mengambil keputusan-keputusan." 

"Karena presiden sendiri itu kan lembaga kenegaraan yang memimpin negara ini. Wakil presiden baru efektif kalau presidennya berhalangan," tuturnya.

Abdul Fickar Hadjar menekankan, sepanjang presiden tak berhalangan, maka wakil presiden hanyalah menjadi ban serep. 

"Bisa enggak dipakai juga gitu ya. Maksud saya dia (wapres) ada, tapi tidak dimanfaatkan secara maksimal karena tugas dia sebenarnya sama dengan tugas presiden begitu," jelasnya.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong secara resmi dibebaskan dari tahanan pada Jumat (1/8/2025) malam.

Hasto ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus suap terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Politikus asal Yogyakarta itu sempat ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan. 

Ia divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sementara itu, Thomas Lembong, yang merupakan terdakwa dalam perkara impor gula, ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Eks Mendag itu dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara sebelum akhirnya mendapat abolisi.

Perbedaan Amnesti dan Abolisi

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi yang merupakan dua instrumen hukum dalam konstitusi Indonesia. 

Menurut Fahri, baik amnesti maupun abolisi adalah hak konstitusional presiden yang berakar dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan telah dilembagakan dalam sistem ketatanegaraan.

"Keberadaan amnesti sebagai sarana pengampunan berupa penghapusan hukuman yang diberikan oleh presiden terhadap seseorang ataupun sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindak pidana," ujar Fahri dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).

Akan tetapi, tidak semua tindak pidana berhak mendapatkan amnesti, terutama jika tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana kejahatan internasional atau melanggar HAM. 

Amnesti tidak memerlukan permohonan khusus dan dapat diberikan tanpa pengajuan, meskipun pada praktiknya diusulkan oleh Sekretariat Negara dan diserahkan ke DPR untuk mendapatkan pertimbangan.

Baca juga: Pakar Hukum Nilai Pemberian Amnesti ke Hasto Bagian dari Politik Prabowo

Di sisi lain, abolisi memiliki prosedur dan syarat yang lebih ketat.

"Berbeda dengan amnesti yang tidak memerlukan syarat khusus, abolisi memiliki tiga syarat pengajuan," jelas Fahri.

Pertama, terpidana belum menyerahkan diri kepada pihak berwajib atau sudah menyerahkan diri kepada pihak berwajib. 

Kedua, terpidana sedang menjalani atau telah menyelesaikan pembinaan. 

Ketiga, terpidana sedang di dalam penahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan.

Fahri menegaskan, kedua instrumen ini tetap harus mendapat pertimbangan DPR agar sesuai dengan prinsip checks and balances.

(Tribunnews.com/Deni)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved