MNC Buka Suara Atas Gugatan PT CMNP Rp119 Triliun di PN Jakpus
Transaksi yang dipermasalahkan terjadi 26 tahun lalu dan sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap baik dari sisi perdata maupun pidana
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT MNC Asia Holding Tbk angkat bicara soal tuntutan pidana maupun gugatan perdata dari PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
Direktur Legal PT MNC Asia Holding Tbk Chris Taufik menjelaskan persoalan tersebut sudah lewat waktu alias kedaluwarsa.
Transaksi yang dipermasalahkan terjadi 26 tahun lalu dan sudah ada keputusan-keputusan yang berkekuatan hukum tetap baik dari sisi perdata maupun pidana.
Lanjutnya yang dicoba untuk dipermasalahkan oleh CMNP adalah transaksi yang terjadi pada 12 Mei 1999. Transaksi dimaksud yakni CMNP memiliki Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diterbitkan PT Bank Unibank (Unibank).
Dalam transaksi tersebut, diterangkannya PT MNC Asia Holding Tbk bertindak sebatas broker/ perantara sesuai bidang usaha Perseroan dan sejak tanggal 12 Mei 1999, sudah tidak ada lagi keterlibatan dan/atau peran apapun dari Perseroan.
“Bahwa setelah transaksi terjadi maka segala bentuk korespondensi dilakukan secara langsung oleh CMNP dengan Unibank, termasuk dan tidak terbatas pada konfirmasi dari akuntan publik, konfirmasi pencatatan NCD dalam laporan keuangan Unibank dan CMNP, serta berbagai bentuk konfirmasi lainnya yang pada prinsipnya menyatakan bahwa NCD diterbitkan secara sah oleh Unibank,” kata Chris Taufik dalam keterangan resmi, Jumat (15/8/2025).
Baca juga: Duduk Perkara PT CMNP Gugat Bos Media Rp103 Triliun Terkait Dugaan NCD Bodong
Menurut Chris, dua tahun lima bulan setelah tanggal ransaksi atau 7 bulan sebelum tanggal jatuh tempo, pada tanggal 29 Oktober 2001 Unibank dibubarkan/ dilikuidasi, sehingga Unibank gagal bayar terhadap CMNP, yang gagal bayar Unibank bukan Perseroan.
Perlu diketahui CMNP pada 2004 telah menguji permasalahan NCD secara keperdataan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 07/PDT.G/2004/PN.JKT.PST dengan menggugat Unibank, BPPN, Pemerintah RI Cq Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
Gugatan Perdata tersebut telah berkekuatan hukum tetap dengan substansi putusan NCD adalah sah menurut hukum.
Dalam ranah pidana, CMNP juga pernah membuat laporan pidana melalui Laporan Polisi No: LP/497/VIII/2009/Bareskrim tanggal 31 Agustus 2009 tentang tindak pidana penipuan.
Pada 19 Oktober 2011 Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan atau SP3 atas Laporan Polisi melalui surat nomor B/553/X/2011/Dit.Tipideksus.
Terhadap keabsahan SP3 tersebut juga sudah diuji melalui proses gugatan perbuatan melawan hukum melalui gugatan No. 151/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL tanggal 24 November 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap melalui putusan Kasasi No. 2174 K/Pdt/2013 tanggal 9 Desember 2013 dengan amar putusan Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon sehingga SP3 tetap sah adanya.
“Seharusnya tuntutan tersebut (pidana maupun perdata) sudah lewat waktu/ kadaluwarsa karena peristiwa yang dipermasalahkan sudah 26 tahun yang lalu, di samping juga sudah ada keputusan-keputusan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Chris.
Dia juga menegaskan, terkait gugatan tersebut belum ada putusan apa pun.
Gugatan yang digembar-gemborkan tersebut saat ini baru sebatas pembacaan gugatan.
Penjelasan ini menjadi respons atas pemberitaan yang beredar mengenai adanya gugatan dari CMNP kepada PT MNC Asia Holding Tbk dan Hary Tanoesoedibjo yang dikaitkan dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp119 triliun.
Sebelumnya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), perusahaan milik Jusuf Hamka, mengugat pengusaha Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jusuf Hamka adalah seorang pengusaha dan filantropis yang dikenal sebagai pemilik dan pengelola beberapa jalan tol melalui perusahaannya CMNP.
Perkara yang teregister nomer 142/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst itu, selain mengugat Hary Tanoe, mengugat juga PT MNC Asia Holding (tergugat II), Tito Sulistio (tergugat III), dan Teddy Kharsadi (tergugat IV).
Pada persidangan hari ini Rabu, (13/8/2025) dipimpin Ketua Majelis Hakim, Fajar Kusuma Aji.
Baca juga: Dukung Stimulus Ekonomi Pemerintah, CMNP Berikan Diskon 20 Persen Tarif Tol Saat Libur Sekolah
Kuasa hukum CMNP mengatakan pihaknya menuntut ganti rugi materiel sebesar Rp103 triliun dan imateriel senilai Rp16 triliun atas perbuatan melawan hukum Hary Tanoe.
Perbuat itu terkait transaksi tukar menukar surat berharga Sertifikat Deposito yang Dapat Dinegosiasikan (Negotiable Certificate of Deposit/NCD) senilai 28 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada 1999.
"Bahwa akibat NCD tidak bisa dicairkan sejak jatuh tempo pada tanggal 9 Mei 2002 dan 10 Mei 2002 sampai dengan diajukannya gugatan ini. Penggugat telah mengalami kerugian yang sangat besar," kata penasihat hukum PT CMNP, Primaditya Wirasan dalam sidang laporan pembacaan panggilan gugatan.
"Bahwa tergugat I terbukti dengan itikad buruk dan secara melawan hukum telah menawarkan dan melakukan pertukaran surat berharga kepada penggugat yang ternyata adalah surat berharga yang tidak sah dan tidak dapat dicairkan," imbuhnya.
Dalam permohonannya pihak PT CMNP meminta majelis hakim menyatakan tergugat Hary Tanoe dan PT MNC Asia Holding (Dahulu PT Bhakti Investama, Tbk).
Baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi penggugat.
"Menghukum tergugat I dan II secara tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian materiil dan immateriil yang diderita oleh penggugat. Kerugian materiil sampai dengan tanggal 27 Februari 2025, sebesar USD 6.313.753.178 atau ekuivalen Rp. 103.463.504.904.086," kata Primaditya.
"Serta kerugian immateriil sebesar USD 1.000.000.000 atau ekuivalen dengan Rp 16.387.000.000.000," tandasnya.
Awal Kasus
Perkara ini bermula pada 12 Mei 1999, ketika Hary Tanoe menawarkan penukaran NCD senilai US$28 juta yang diterbitkan Unibank, dengan Medium Term Note (MTN) senilai Rp163,5 miliar dan obligasi tahap II senilai Rp189 miliar milik CMNP.
Pada 18 Mei 1999, CMNP menyerahkan MTN dan obligasi tersebut kepada Hary Tanoe, yang kemudian menyerahkan NCD secara bertahap US$10 juta (27 Mei 1999) dan US$18 juta (28 Mei 1999) dengan jatuh tempo 9–10 Mei 2022.
Masalah muncul ketika NCD itu tidak bisa dicairkan pada 22 Agustus 2002, 20 tahun sebelum jatuh tempo.
Penyebabnya, Unibank ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada Oktober 2001.
CMNP menuding Hary Tanoe mengetahui NCD tersebut diterbitkan secara tidak sah dan menyebut kerugian mencapai Rp103,4 triliun jika dihitung dengan bunga 2 persen per bulan.
Selain itu, NCD tersebut diduga melanggar Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/27/UPG (27 Oktober 1988) karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dan memiliki tenor lebih dari dua tahun.
Sebelum Meninggal Dunia Mpok Alpa Sempat Doakan Elly Sugigi dan Umi Pipik Dapat Suami yang Setia |
![]() |
---|
Tiga Tahun Mpok Alpa Berjuang Lawan Kanker Payudara, Melaney Ricardo: Dia Wanita Kuat |
![]() |
---|
Sosok Hartono, Pelaku Pembunuhan Istri di Hutan Ponorogo, Pernikahan Sempat Ditentang Keluarga |
![]() |
---|
Warga Israel Kepanasan, 2 Orang Tewas |
![]() |
---|
Gerindra Belum Mau Beri Sanksi untuk Bupati Pati Sudewo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.