Ijazah Jokowi
Jadi Menkopolhukam RI 2019-2024, Mahfud MD Ungkap Alasan Tak Tangani Kasus Silfester Matutina
Pada 2019, saat Mahfud MD sudah diangkat sebagai Menkopolhukam RI, kasus Silfester Matutina vs Jusuf Kalla tidak muncul ke publik.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Mahfud MD mengungkapkan alasan mengapa dirinya tidak menangani kasus Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI (Menkopolhukam).
Mahfud MD menduduki kursi Menkopolhukam RI dalam Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden RI ke-13 Ma'ruf Amin.
Sebagai Menkopolhukam RI periode 23 Oktober 2019 – 1 Februari 2024, ia menjadi tokoh sipil pertama yang mengemban jabatan tersebut.
Sementara itu, Silfester Matutina saat ini tengah menjadi sorotan publik.
Pengacara yang juga pendukung garis keras Jokowi itu belum pernah ditahan, meski sudah dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara pada 2019 atau sekitar lima tahun lalu oleh Mahkamah Agung (MA), terkait perkara dugaan pencemaran nama baik atau fitnah terhadap Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.
Mahfud MD Klarifikasi soal Dirinya yang Tak Tangani Kasus Silfester Matutina Saat Jadi Menteri
Dalam tayangan Sapa Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube KompasTV pada Jumat (15/8/2025), Mahfud MD menjelaskan mengapa dirinya tidak menangani kasus Silfester saat menjadi menteri.
Menurutnya, pada 2019, saat sudah diangkat sebagai Menkopolhukam RI, kasus Silfester Matutina vs Jusuf Kalla tidak muncul ke publik.
Mahfud MD pun menyatakan, jika saat itu kasus Silfester sudah mencuat, maka jelas dirinya akan bertindak tegas.
"Anda jangan mengatakan, 'Lah, Pak Mahfud ngapain aja 2019?' Saya 2019 itu belum jadi menteri," jelas Mahfud MD.
"Ketika sudah menjadi menteri, kasus ini tidak muncul. Tidak menjadi persoalan publik. Sehingga, bukan urusan Menko untuk mencari-cari hal yang tidak menjadi masalah. Kalau pada saat itu menjadi masalah, pasti saya suruh tangkap gitu. Karena ini baru muncul sesudah terjadi perubahan politik," paparnya.
Baca juga: Kubu Roy Suryo Minta Jaksa Agung Audit Keuangan Kejari Jaksel yang Tak Segera Eksekusi Silfester
Kemudian, Mahfud MD mengaku baru dua kali mengetahui sosok Silfester Matutina.
Kali pertama, saat ramai berita Silfester Matutina berantem dengan pengamat politik sekaligus eks dosen filsafat Universitas Indonesia (UI), Rocky Gerung pada September 2024 lalu.
"Saya tahu tentang Silfester ini baru dua kali melihat. Pertama, waktu dia mau berkelahi dengan Rocky Gerung itu, yang bilang, 'Waduh, ini saya Fakultas Hukum juga, saya pengacara,'" jelas Mahfud MD.
"Terus saya bertanya-tanya, 'Ini dari universitas mana?' Ada yang bilang tuh, dari universitas tertutup gitu. Tertutup itu artinya universitas sudah ditutup," tambahnya.
Kali kedua, saat Silfester disebut-sebut oleh pakar telematika Roy Suryo sebagai narapidana atau terdakwa kasus fitnah terhadap JK, sapaan akrab Jusuf Kalla.
Baru kemudian, Mahfud MD mencari sumber putusan hukum terhadap Silfester.
"Terakhir saya baru tahu kalau dia itu narapidana, terpidana. Itu sesudah ribut dengan Roy Suryo di debat televisi yang Roy Suryo bilang, 'kamu itu narapidana, kamu terpidana tapi belum masuk.' Iya kan?" papar Mahfud MD.
"Saya baru tahu itu, di situ saya lalu mencari sumber. Ternyata betul, ada direktori putusan MA nomor 287 tanggal 20 Mei tahun 2019, ini saya belum jadi menteri," tambahnya.

Vonis Inkrah Bertentangan dengan Pengakuan Silfester Matutina
Selanjutnya, Mahfud MD menyoroti putusan vonis yang sudah inkrah dan pengakuan Silfester yang sudah menjalani proses hukum dan berdamai dengan Jusuf Kalla.
Menurut Mahfud MD, jika belum dipenjara, itu jelas bertentangan dengan pengakuan Silfester yang menyebut dirinya sudah menjalani proses hukum.
Mahfud MD juga menegaskan, pengakuan Silfester soal sudah berdamai dengan Jusuf Kalla tidak valid, sebab tidak ada istilah 'damai' dalam kasus pidana.
"Itu dia sudah divonis inkrah dan sekarang mengaku sudah menjalani proses hukum. Kita tanya, 'proses hukum apa inkrah itu, kecuali masuk penjara,' kan gitu. 'Saya sudah damai dan diberi maaf Jusuf Kalla.' Tidak ada damai di dalam vonis hukum pidana itu," tegasnya.
Menurut Mahfud MD, pernyataan damai itu hanya berkaitan dengan urusan pribadi.
Sementara, jika sudah masuk ranah hukum pidana, maka seorang terpidana berurusan langsung dengan negara, dan negara sendiri dalam hal hukum diwakili oleh kejaksaan.
"Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban, tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara, dan negara itu diwakili oleh kejaksaan," jelas Mahfud MD.
Teori Mahfud MD: Kejaksaan yang Melindungi Silfester Matutina
Lalu, Mahfud MD pun menyoroti fakta bahwa meski sudah lima tahun berlalu, Silfester Matutina sama sekali belum pernah ditahan atau menjalani eksekusi terkait vonis 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan padanya.
Menurut Mahfud MD, Silfester Matutina selalu menghindar dari proses eksekusi.
Karena selalu bisa menghindar, Mahfud MD menilai, ada pihak yang melindungi pria yang pernah menjadi Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 itu.
Pihak itu adalah setidaknya, kejaksaan.
Apalagi, kejaksaan adalah perwakilan negara yang berurusan dengan terpidana.
"Karena yang pasti dia menghindar, yang pasti ada yang melindungi," tegas Mahfud MD.
"Sekurang-kurangnya, saya katakan yang melindungi [adalah] kejaksaan. Karena yang harus mengeksekusi dan tahu itu adalah kejaksaan," katanya.
"Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan tahu," tandasnya.

Duduk Perkara Kasus Silfester Matutina vs Jusuf Kalla
Silfester Matutina telah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tim kuasa hukum Jusuf Kalla pada 29 Mei 2017 lalu, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik/fitnah.
Laporan ini dipicu oleh orasi Silfester pada 15 Mei 2017 di depan Mabes Polri.
Saat itu, ia menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Selain itu, Silfester disinyalir telah menyebut keluarga Kalla sebagai penyebab kemiskinan akibat dugaan korupsi dan nepotisme.
Tak lama setelah orasi ini, Silfester bersikukuh tidak bermaksud untuk memfitnah Jusuf Kalla.
"Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (29/5/2017).
Pada 2019, kasus pun bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan ia dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim.
Lalu, Silfester mengajukan banding.
Namun, hasil putusan banding hingga kasasi menyatakan Silfester bersalah, sehingga, masih pada 2019, masa hukumannya ditambah menjadi 1,5 tahun.
Vonis dijatuhkan Mahkamah Agung pada Mei 2019 melalui putusan kasasi nomor 287 K/Pid/2019, dan menyatakan Silfester bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP.
Akan tetapi, meski vonis tersebut sudah inkrah, hingga Agustus 2025 ini atau lebih dari lima tahun berselang, Silfester belum pernah ditahan.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.