Pakar Hukum Pidana Sebut PK Tak Bisa Hentikan Eksekusi Silfester Matutina
Abdul Fickar Hadjar buka suara mengenai peninjauan kembali (PK) yang ditempuh Silfester Matutina.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar sekaligus dosen hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar buka suara mengenai peninjauan kembali (PK) yang ditempuh Silfester Matutina.
Peninjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan Indonesia yang diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, biasanya setelah kasasi di Mahkamah Agung.
PK memungkinkan pihak yang merasa dirugikan untuk meminta agar perkara ditinjau ulang oleh Mahkamah Agung karena adanya alasan khusus yang sah secara hukum.
Silfester Matutina adalah seorang pengacara, pengusaha, dan aktivis politik Indonesia yang dikenal sebagai loyalis Presiden Joko Widodo dan pendukung pasangan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
Ia divonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara di tingkat kasasi terkait kasus pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden RI Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla. Namun, Silfester Matutina belum kunjung dieksekusi hingga saat ini.
Silfester kemudian melayangkan PK terkait kasusnya tersebut. Meski demikian, dalam sidang peninjauan kembali tersebut, yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (20/8/2025), ia tak hadir karena alasan sakit.
Terkait hal itu, Fickar mengatakan, sidang PK untuk perkara pidana harus dihadiri secara langsung oleh pemohon.
Hal ini, menurutnya, berbeda dengan perkara perdata yang memungkinkan pemohon diwakilkan kehadirannya oleh kuasa hukum.
"Ya, karena itu perkara pidana maka sidang PK itu harus dihadiri, karena kedudukannya sebagai pemohon PK adalah sebagai terpidana," kata Fickar, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (20/8/2025).
"Sidang pidana itu tidak bisa diwakilkan atau dikuasakan seperti perkara perdata," tambahnya.
Sementara itu, Fickar menegaskan, upaya hukum PK yang ditempuh Silfester tidak bisa menghentikan eksekusi terhadapnya.
"Yang penting itu PK tidak bisa menghentikan eksekusi," tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan untuk menghentikan eksekusi seorang terpidana.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Silfester Matutina ditunda.
Sidang PK terkait kasus pencemaran nama baik itu berlangsung, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (20/8/2025).
Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tampak hadir dalam persidangan.
Namun, Hakim Ketua I Ketut Darpawan mengatakan, Silfester selaku pemohon PK tidak menghadiri sidang karena alasan sakit.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat keterangan sakit yang diserahkan kuasa hukum Silfester Matutina kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Hari ini kami menerima surat permohonan dan informasi tidak dapat hadir sidang. Ini dikirimkan kuasa hukum pemohon. Yang bersangkutan melampirkan surat keterangan sakit yg dikeluarkan oleh Rumah Sakit Puri Cinere, tanggal 20 Agustus 2025," kata I Ketut Darpawan, dalam persidangan, Rabu siang.
Selanjutnya, Hakim Ketua sempat menanyakan kepada jaksa mengenai, apakah putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Silfester Matutina sudah dijalani.
"Belum (pelaksanaan putusan kasasi), Yang Mulia," ucap jaksa.
Tak berselang lama, I Ketut Darpawan menyatakan, majelis hakim menjadwalkan kembali sidang PK, pada Rabu, 27 Agustus 2025 mendatang.
"Dengan demikian sidang hari ini kami tunda dan akan dibuka kembali pada 27 Agustus (2025)," ucap Hakim Ketua.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rio Barten juga menyampaikan informasi serupa. Ia mengatakan, Silfester Matutina menderita sakit dada hingga membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari.
"Bahwa yang bersangkutan menderita sakit chest pain (sakit dada) dan membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari," kata Rio, saat ditemui usai persidangan, Rabu.
Lebih lanjut, Rio menjelaskan, sebagaimana aturan yang berlaku, sidang PK harus dihadiri secara langsung oleh pemohon.
"Terkait permohonan PK, maka sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan beberapa rumusan dari hasil pleno kamar di Mahkamah Agung, maka pengaju atau pemohon PK harus hadir di persidangan," pungkasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum kubu Roy Suryo, Abdul Ghofur Sangaji menilai, sidang PK ini sebagai momentum tepat bagi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi terdakwa Silfester Matutina.
“Saya kira ini momentum yang sangat baik kepada pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) untuk mengeksekusi saudara Silfester,” kata kuasa hukum kubu Roy Suryo, Abdul Ghofur Sangaji, di Polda Metro Jaya, kepada wartawan, Selasa (19/8/2025).
Ia meyakini bahwa Silfester yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih akan menghadiri sidang PK yang terdakwa mohonkan.
Hal tersebut merujuk pada Pasal 265 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 tentang Permohonan Peninjauan Kembali.
“Dalam perkara pidana, pemohon PK wajib hadir. Dan besok saudara Silfester pasti hadir. Karena kalau besok tidak hadir, berarti permohonan PK-nya tidak akan ditindaklanjuti oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar dia.
Kejagung Soal Eksekusi Silfester Matutina
Kejaksaan Agung angkat bicara mengenai eksekusi Silfester yang tidak juga dilakukan hingga saat ini.
Padahal, sebelumnya sudah dipastikan bahwa PK tidak mempengaruhi proses eksekusi.
"Besok sidang PK, tunggu tinggal PK aja. Kita tunggu, lihat besok kan PK tuh. Kita tunggu lihat aja besok," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna.
Dia tetap menegaskan bahwa PK yang akan dimulai sidangnya tersebut tidak akan menunda proses eksekusi. "PK tetap tidak menunda eksekusi," ucap dia.
Namun, Anang kembali mengingatkan bahwa proses eksekusi itu menjadi wewenang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Perkara Pencemaran Nama Baik Terhadap Jusuf Kalla
Diketahui, relawan Jokowi itu seharusnya menjalani hukuman badan 1,6 tahun atas kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla. Saat itu memang eksekusi terkendala dengan masa pandemi Covid-19. Saat proses eksekusi akan dilakukan, Silfester menghilang.
Silfester terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Ia dilaporkan oleh Solihin Kalla yang merupakan anak Jusuf Kalla pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.
Dalam orasinya itu, Silfester menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Silfester dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018.
Putusan itu dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.
Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi.
Hari Ini Sidang PK Silfester Matutina di PN Jaksel |
![]() |
---|
Kubu Roy Suryo Sebut Sidang PK Silfester Matutina Besok Bisa Jadi Momentum Eksekusi |
![]() |
---|
Pimpinan Komisi III DPR RI Soroti Proses Hukum Silfester Matutina, Sahroni: Tangkap, Penjarakan |
![]() |
---|
Anggota DPR Minta Kejaksaan Segera Eksekusi Silfester Matutina |
![]() |
---|
Jadi Menkopolhukam RI 2019-2024, Mahfud MD Ungkap Alasan Tak Tangani Kasus Silfester Matutina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.