Senin, 25 Agustus 2025

Tunjangan DPR RI

Seruan Demo 25 Agustus 2025 ke Gedung DPR RI, Pengamat Ingatkan Alarm Demokrasi dan Dorong Dialog

Seruan aksi demonstrasi ke Gedung DPR RI pada Senin, 25 Agustus 2025, beredar luas di media sosial X dan grup pesan WhatsApp.

|
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
DEMO DI DPR - Suasana di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024). Seruan aksi demonstrasi ke Gedung DPR RI pada Senin, 25 Agustus 2025, beredar luas di media sosial X dan grup pesan WhatsApp. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Seruan aksi demonstrasi ke Gedung DPR RI pada Senin, 25 Agustus 2025, beredar luas di media sosial X dan grup pesan WhatsApp.

Meski belum ada konfirmasi resmi dari aliansi mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, atau kelompok buruh, isu ini telah memicu diskusi publik yang intens.

Tuntutan yang paling banyak disuarakan adalah pembubaran DPR RI, serta pengusutan dugaan korupsi dan pemakzulan pejabat negara.

Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID), Nazar El Mahfudzi, menilai bahwa gelombang seruan ini mencerminkan krisis kepercayaan terhadap lembaga legislatif.

Menurutnya, demonstrasi mahasiswa bukan sekadar ekspresi kemarahan, melainkan alarm bagi sistem demokrasi yang dinilai tidak lagi responsif terhadap aspirasi rakyat.

“Aksi ini adalah sinyal bahwa sistem perwakilan kita perlu dievaluasi. Namun, solusi bukan pada pembubaran DPR, melainkan reformasi konstitusi yang menyeluruh,” ujar Nazar dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).

Ia mengusulkan agar momentum ini digunakan untuk mendorong reformasi konstitusi gelombang kedua. Ia menyarankan penguatan kembali peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat, termasuk melalui penataan ulang kewenangan dan struktur representasi.

Ia juga mendukung gagasan agar wakil presiden ditunjuk oleh presiden terpilih dan disetujui MPR, guna mencegah politik transaksional dalam pemilu.

Meski memahami semangat mahasiswa, ia mengajak agar energi perubahan disalurkan melalui dialog konstruktif dan partisipasi demokratis yang sehat. Ia mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi di jalan berisiko menimbulkan ketegangan, terutama jika tidak terkoordinasi dengan baik.

“Demokrasi yang sehat dibangun lewat partisipasi, bukan destruksi. Reformasi DPR dan MPR melalui amandemen UUD 1945 adalah jawaban atas tuntutan mahasiswa. Tanpa itu, kita hanya akan melihat siklus kemarahan berulang,” tegasnya.

Dengan peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia pada 2025, Nazar melihat peluang besar untuk memperbaiki sistem perwakilan secara menyeluruh. Ia menekankan pentingnya menghindari dominasi oligarki partai politik dan memastikan proses reformasi melibatkan masyarakat luas.

“Demonstrasi ini adalah panggilan untuk membangun demokrasi yang benar-benar pro-rakyat,” tutupnya.

Dalam seruan di media sosial, rencana aksi ke Gedung DPR pada 25 Agustus 2025 ini dilatarbelakangi ketidakpuasan publik yang semakin menguat.

Isu kenaikan tunjangan DPR, termasuk tunjangan perumahan yang disebut mencapai Rp50 juta per bulan, menjadi pemicu utama kemarahan masyarakat. 

Di tengah tekanan ekonomi seperti lonjakan pajak daerah, PHK massal, dan penurunan daya beli, kebijakan tersebut dinilai tidak sejalan dengan kondisi rakyat.

Sentimen bahwa DPR lebih mengakomodasi kepentingan elite ketimbang aspirasi publik turut memperkuat gelombang kritik.

Gerakan akar rumput seperti #PatiMelawan, yang awalnya menolak pajak lokal, kini berkembang menjadi simbol ketidakpuasan nasional terhadap sistem perwakilan yang ada.

"Mahasiswa melihat DPR tidak lagi mewakili rakyat, tapi justru membebani APBN dengan tunjangan yang tidak masuk akal,” ujar Nazar.

Nazar El Mahfudzi adalah akademisi dan pengamat politik yang aktif menulis tentang demokrasi, diplomasi digital, dan hubungan internasional. Ia merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID), sebuah lembaga kajian yang berfokus pada isu demokrasi dan politik Islam tanpa afiliasi formal dengan partai atau tokoh politik.

Aksi ini kabarnya akan dipusatkan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dengan sejumlah tuntutan yang cukup kontroversial dan menggugah perhatian publik.

Baca juga: Jumhur Hidayat Tegaskan Larang Anggota KSPSI Ikut Aksi 25 Agustus: Tidak Jelas Penanggung Jawabnya

Apa yang Memicu Seruan Demo?

Pemicu utama adalah isu kenaikan tunjangan anggota DPR RI, khususnya tunjangan perumahan yang disebut mencapai Rp50 juta per bulan.

Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit, informasi ini memicu kemarahan dan sentimen negatif terhadap lembaga legislatif.

Respons Publik:

  • Hingga kini, belum ada organisasi resmi seperti BEM SI, KSPI, atau KSPSI yang menyatakan akan bergabung dalam aksi 25 Agustus
  • Tokoh buruh Jumhur Hidayat bahkan melarang anggota KSPSI ikut aksi karena tidak jelas siapa penanggung jawabnya
  • KSPI justru menjadwalkan aksi terpisah pada 28 Agustus 2025, dengan tuntutan berbeda: penghapusan outsourcing dan kenaikan upah minimum

Respons DPR RI:

Wakil Ketua DPR, Saan Mustofa, menyatakan bahwa DPR terbuka terhadap aspirasi publik dan siap berdialog.

Ia menegaskan bahwa demonstrasi adalah bagian dari hak demokratis warga negara.

Seruan ini mencerminkan ketegangan antara kebijakan elite dan persepsi publik. 

Meski belum jelas apakah aksi akan benar-benar terjadi, gelombang protes digital menunjukkan bahwa isu keadilan sosial dan transparansi anggaran masih menjadi sorotan utama masyarakat.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan