Demo di Jakarta
3 Saran untuk Prabowo dari Peneliti Kebijakan Publik, Singgung Kader Parpol Bermasalah
Presiden Prabowo Subianto pun mendapat saran dari peneliti kebijakan publik di tengah marak aksi demo, singgung kader parpol bermasalah
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah dinamika sosial-politik yang semakin memanas belakangan, Indonesia menyaksikan serangkaian demonstrasi besar-besaran yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Mulai dari demo 25 Agustus 2025 menyoroti gaji dan tunjangan anggota DPR, 28 Agustus 2025 tentang tuntutan buruh dan demo 29 Agustus 2025 menuntut keadilan atas kematian driver ojek online karena dilindas mobil rantis Brimob saat demo.
Presiden Prabowo Subianto pun mendapat saran dari Direktur Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro yang merupakan peneliti kebijakan publik.
IDP-LP merupakan sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfokus pada pengembangan kebijakan publik, kemitraan lokal, dan isu-isu sosial-ekonomi didirikan sejak 2021.
Menanggapi situasi yang semakin memanas, Riko Noviantoro, menekankan pentingnya pendekatan dialogis untuk mencegah eskalasi konflik.
Dalam pernyataannya, Riko mengusulkan tiga langkah strategis bagi Presiden Prabowo Subianto.
Pertama, presiden sebaiknya mendatangi keluarga Affan Kurniawan untuk menyampaikan belasungkawa secara langsung dan memberikan perlindungan maksimal bagi mereka, guna membangun empati dan kepercayaan publik.
Kedua, presiden harus memastikan penegakan hukum yang adil terhadap oknum polisi yang terlibat dalam kekerasan, termasuk evaluasi menyeluruh terhadap kinerja institusi kepolisian.
"Pemanggilan perwakilan massa untuk berdialog dan mencari solusi bersama itu juga penting dilakukan oleh presiden," jelasnya kepada Tribunnews pada Jumat (29/8/2025).
Ketiga, lanjut Riko, presiden perlu menginisiasi dialog dengan petinggi partai politik dan tokoh masyarakat untuk memulihkan kepercayaan publik, sekaligus mendorong kader partai yang bermasalah untuk mundur dari jabatan politik.
"Kita semua berharap situasi tetap kondusif. Tiga langkah di atas bisa menjadi jalan keluar," tegas Riko yang juga menyoroti bahwa pencegahan perluasan dampak aksi massa adalah prioritas utama.
Baca juga: Massa Ojol Ikut Geruduk Depan Gedung DPR/MPR, Luapkan Amarah Lempar Botol hingga Vandalisme
Tentang Demo
Aksi dimulai sejak 25 Agustus 2025 dengan tajuk "Revolusi Rakyat Indonesia", telah menarik perhatian nasional dan internasional karena eskalasinya menjadi bentrokan fisik dengan aparat keamanan.
Demonstrasi tidak hanya mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan pemerintah, tetapi juga menyoroti isu struktural seperti ketimpangan ekonomi dan reformasi hukum.
Hingga 29 Agustus 2025, aksi ini telah menyebabkan lumpuhnya lalu lintas di Jakarta, kerusakan fasilitas publik, dan yang paling tragis, jatuhnya korban jiwa.
Aksi massa ini dipicu oleh serangkaian kebijakan yang dianggap merugikan rakyat kecil, terutama di sektor ekonomi dan ketenagakerjaan.
Para demonstran, yang terdiri dari buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum, menuntut penghapusan sistem outsourcing yang dianggap eksploitatif, kenaikan upah minimum untuk mengatasi inflasi dan biaya hidup yang tinggi, serta penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Selain itu, tuntutan mencakup pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk memberantas korupsi, revisi Undang-Undang Pemilu guna mencegah manipulasi politik, dan penghapusan tunjangan mewah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang tertekan.
Menurut data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sekitar 70 persen pendapatan buruh habis untuk biaya pendidikan dan kebutuhan dasar, sementara anggota DPR menerima tunjangan yang mencapai miliaran rupiah per tahun.
Hal ini menciptakan kesenjangan sosial yang dalam, di mana rakyat merasa "hidup dari ampas negara" sementara elite politik menikmati kemewahan.
Demonstrasi juga didorong oleh ketidakpuasan atas lambannya reformasi pajak perburuhan dan kegagalan pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja, seperti yang terlihat dalam aksi buruh pada 28 Agustus 2025 yang kemudian diambil alih oleh mahasiswa.
Eskalasi aksi ini sering kali berujung ricuh karena penggunaan gas air mata dan water cannon oleh aparat, yang dianggap sebagai bentuk represi negara terhadap hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat.
Tragedi Kematian Affan Kurniawan
Puncak tragedi terjadi pada malam 28 Agustus 2025 di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ketika aksi demonstrasi membubarkan diri namun berubah menjadi bentrokan sengit.
Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online (ojol) berusia 21 tahun, tewas setelah terlindas kendaraan taktis Brigade Mobil (Brimob) jenis Barracuda.
Berdasarkan rekaman video amatir yang viral di media sosial, mobil tersebut melaju kencang di tengah kerumunan massa tanpa menghentikan laju meski korban telah jatuh.
Affan sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan luka parah, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Insiden ini juga melibatkan korban lain, Umar Amaruddin, seorang driver ojol asal Sukabumi yang terluka parah dan kini dirawat di rumah sakit.
Ketua Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, membenarkan kejadian tersebut dan menuntut keadilan, menyebutnya sebagai bukti rapuhnya perlindungan bagi pekerja informal.
Tragedi ini memicu gelombang solidaritas dari komunitas ojol nasional, dengan aksi demo lanjutan pada 29 Agustus 2025 di berbagai kota, termasuk Solo dan Bandung, yang berpotensi melumpuhkan layanan transportasi online.
Data sementara menunjukkan setidaknya dua korban jiwa dan puluhan luka-luka dalam rangkaian demo ini, dengan kerugian ekonomi akibat lumpuhnya lalu lintas di Jakarta mencapai miliaran rupiah.
Pemerintah hingga Kapolri
Respons pemerintah datang cepat dari Presiden Prabowo Subianto, yang menyatakan keterkejutan dan kekecewaannya atas tindakan berlebihan aparat.
Dalam konferensi pers di Istana Negara pada 29 Agustus 2025, Prabowo memerintahkan pengusutan tuntas dan transparan terhadap insiden tersebut, dengan janji menindak tegas pelaku jika terbukti melanggar.
Ia juga menjamin kehidupan keluarga korban dan mengimbau masyarakat tetap tenang, sambil mencatat semua keluhan untuk ditindaklanjuti.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya dan menjadikan peristiwa ini sebagai evaluasi internal.
Tujuh personel Brimob telah diperiksa, dengan penekanan pada transparansi investigasi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga angkat bicara, menyampaikan duka cita dan mendesak investigasi independen serta penegakan hukum tegas, sambil menekankan perlindungan hak konstitusional rakyat.
Tragedi ini tidak hanya menimbulkan duka, tetapi juga menjadi momentum untuk reformasi mendalam dalam penanganan aksi massa.
(Tribunnews.com/ Chrysnha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.