Rabu, 3 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Pakar dan Media Asing Soroti Demo di Indonesia, Statement Prabowo Soal Makar Dikritik Amnesty

Demonstrasi memprotes gaji dan tunjangan DPR RI di berbagai wilayah Indonesia menuai sorotan media internasional dan ditanggapi pakar.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
AKSI MAHASISWA - Mahasiswa gabungan dari sejumlah kampus terlibat bentrok dengan polisi saat demonstrasi di sekitar Jalan Semanggi Jakarta dekat Polda Metro Jaya, Jumat (29/8/2025). Semenjak Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden RI bersama Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pada 21 Oktober 2024 lalu, telah muncul deretan aksi unjuk rasa memprotes kebijakan yang dianggap tidak memihak pada rakyat. 

TRIBUNNEWS.COM - Semenjak Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden RI bersama Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pada 21 Oktober 2024 lalu, telah muncul deretan aksi unjuk rasa memprotes kebijakan yang dianggap tidak memihak pada rakyat.

Pada Februari 2025, muncul aksi masif bertajuk Indonesia Gelap sebagai respons atas sejumlah kebijakan Prabowo-Gibran, di antaranya:

  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang didesak untuk dievaluasi karena dianggap tidak transparan dan membebani anggaran
  • Pemberlakuan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang anggaran yang berdampak pada pemangkasan dana pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik
  • Penolakan revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang dianggap memfasilitasi korupsi, hanya memihak kaum elite, menghilangkan kewajiban adanya transparansi, mengancam lingkungan serta rawan kriminalisasi masyarakat yang menolak tambang.
  • Desakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk menangani korupsi.
  • Penolakan kembalinya dwifungsi TNI dan tuntutan pada reformasi kepolisian untuk mencegah represi.

Lalu jelang peringatan HUT RI ke-80, muncul ekspresi ketidakpuasan warga terhadap kebijakan pemerintah dan sistem politik yang korup, dengan mengibarkan bendera Jolly Roger dari serial anime One Piece, berdekatan atau di bawah bendera Merah Putih.

Memasuki pertengahan Agustus 2025, Indonesia dilanda gejolak politik di mana gelombang aksi demonstrasi merebak sebagai respons terhadap ketimpangan antara gaji dan tunjangan anggota DPR RI dengan kondisi ekonomi masyarakat.

Adapun anggota dewan dikabarkan memiliki total take home pay (gaji dan tunjangan dikurangi semua potongan) yang menembus Rp100 juta per bulan, bahkan lebih.

Pendapatan anggota DPR RI juga semakin dikritik karena adanya tunjangan rumah Rp50 juta per bulan untuk periode Oktober 2024-Oktober 2025.

Selain itu, demonstrasi dilatarbelakangi oleh aksi dan pernyataan sejumlah pejabat publik yang dinilai menyakiti hati rakyat.

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (1/9/2025). GMNI mendesak Kapolri untuk dipecat.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (1/9/2025). GMNI mendesak Kapolri untuk dipecat. (Tribunnews/Rahmat Nugraha)

Puncak eskalasi terjadi ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), tewas setelah ditabrak dan dilindas kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025) malam lalu, sehingga memicu kemarahan publik, demonstrasi lalu menyebar ke berbagai daerah, sekaligus menjadi sorotan media internasional.

Bahkan, aksi demo dan solidaritas atas meninggalnya Affan menyebar ke berbagai kota seperti Bandung, Surabaya, Solo, Yogyakarta, Makassar, dan Bali.

Selama aksi demonstrasi yang berlangsung pada pekan terakhir Agustus 2025 hingga awal September 2025, sudah ada sejumlah korban jiwa:

Baca juga: Demo di Kalsel: Viral Adab Mahasiswa ke Polisi, Ketua DPRD Siap Mundur Jika Ada Tambang di Meratus

  1. Affan Kurniawan (21), driver ojek online: tewas setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda Brimob saat demonstrasi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025). Affan tidak terlibat langsung dalam aksi, melainkan sedang mengantar pesanan makanan.
  2. Sarina Wati (25), pegawai DPRD Makassar: tewas setelah terjebak dalam kebakaran Gedung DPRD Kota Makassar, Jumat (29/8/2025).

  3. Syaiful Akbar (43), Plt. Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Ujung Tanah: tewas setelah melompat dari lantai empat Gedung DPRD Kota Makassar untuk menyelamatkan diri dari kebakaran yang dipicu massa demonstran, Jumat (29/8/2025).

  4. Muhammad Akbar Basri (26), Staf Humas DPRD Makassar: tewas setelah terjebak dalam kebakaran Gedung DPRD Kota Makassar, ditemukan hangus terbakar di lantai tiga, Jumat (29/8/2025).

  5. Rusdamdiansyah (25), ojek online: tewas setelah diduga dikeroyok massa di depan Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, setelah dituduh sebagai intel aparat, Jumat (29/8/2025).

  6. Sumari (60), tukang becak: tewas diduga akibat paparan gas air mata selama kericuhan di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025). Ia memiliki riwayat penyakit jantung dan asma, ditemukan lemas, muntah, dan memegang dada sebelum meninggal di RSUD Dr. Moewardi. 

  7. Rheza Shendy Pratama (21), mahasiswa Universitas AMIKOM Yogyakarta: tewas diduga akibat penganiayaan selama bentrokan dengan aparat di kawasan Ring Road Utara, depan Markas Polda DIY, Yogyakarta, Minggu (30/8/2025).

Ekspresi Kemurkaan Masyarakat

Demonstrasi di berbagai wilayah Indonesia menuai sorotan dari sejumlah pakar hingga dimuat di media internasional.

Direktur Indonesia Institute di Australian National University, Dr. Eve Warburton menilai, aksi demonstrasi merupakan bentuk kemarahan masyarakat Indonesia ketika dihadapkan pada lebarnya kesenjangan sosial.

"Ketika pemerintah sedang menerapkan langkah-langkah penghematan, dan di saat warga merasa tidak aman secara ekonomi, gagasan bahwa kelas politik Indonesia yang sudah kaya akan mengalami peningkatan pendapatan membuat masyarakat marah, dan mereka pun turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan tersebut," ujar Dr. Eve Warburton, sebagaimana tertuang dalam artikel How the death of a delivery driver ignited Indonesia di laman BBC, Selasa (2/9/2025).

Sementara, profesor Kajian Asia (Asia Study) di Asia Institute di University of Melbourne, Vedi Hadiz, menyoroti anggota DPR RI yang mendapat berbagai macam tunjangan di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh pemerintahan Prabowo.

Tingginya gaji anggota DPR kala masyarakat dihimpit kesulitan ekonomi, jelas menunjukkan adanya ketidakadilan sosial.

"Kaum elit tampak terisolasi dalam kehidupan mewah – seperti yang terlihat dari fasilitas selangit yang diterima anggota parlemen – yang mengikis rasa keadilan masyarakat," jelas Vedi Hadiz, dalam artikel BBC yang sama.

Respons Prabowo Disorot Amnesty International

Adapun tanggapan Presiden RI Prabowo Subianto atas gejolak politik baru-baru ini juga mendapat sorotan tajam dari Amnesty International, organisasi non-pemerintah internasional yang berjuang membela dan melindungi hak asasi manusia (HAM).

Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan pada Minggu (31/8/2025) lalu, Prabowo mengumumkan, partai-partai politik di Indonesia telah mencapai kesepakatan untuk mengurangi tunjangan anggota DPR RI.

Namun, ia juga mengatakan telah memerintahkan militer dan polisi untuk menindak tegas pihak-pihak yang dianggap perusuh dan penjarah, setelah insiden penjarahan di rumah beberapa anggota dewan, seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya, hingga Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati.

Ia menyatakan, unsur-unsur kekerasan dalam aksi tersebut menyerupai tindakan terorisme dan makar.

"Sekali lagi, aspirasi murni yang disampaikan harus dihormati. Hak untuk berkumpul secara damai harus dihormati dan dilindungi. Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai keliatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme," kata Prabowo.

MAKLUMAT RAKYAT JOGJA : Ribuan mahasiswa dan aliansi sipil menggelar aksi unjukrasa di kawasan Bundaran UGM Yogyakarta, Senin (1/9/2025). Mereka menuntut perbaikan kondisi negara.
MAKLUMAT RAKYAT JOGJA : Ribuan mahasiswa dan aliansi sipil menggelar aksi unjukrasa di kawasan Bundaran UGM Yogyakarta, Senin (1/9/2025). Mereka menuntut perbaikan kondisi negara. (TribunJogja.com/Hendy Kurniawan)

Amnesty International mengatakan, pemberian label 'makar' dan 'terorisme' kepada para pengunjuk rasa mengabaikan alasan yang mendasari protes masyarakat.

“Memberi label demonstrasi publik dengan tuduhan makar atau terorisme adalah hal yang berlebihan, terutama ketika terus-menerus disajikan dengan narasi ‘campur tangan asing’ dan ‘memicu konflik’ ketika orang-orang berdemonstrasi untuk menyuarakan keprihatinan mereka tentang kebijakan pemerintah yang bermasalah,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, dikutip dari artikel Indonesia’s deadly protests paused but deep resentment remains. Here’s what to know di CNN, Selasa.

“Pernyataan presiden tidak peka terhadap semua keluhan dan aspirasi yang telah disuarakan publik selama demonstrasi," lanjutnya.

Dewan HAM PBB Bereaksi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) menyerukan penyelidikan atas dugaan penggunaan kekuatan aparat yang tidak proporsional dalam gelombang protes di Indonesia, Senin (1/9/2025).

Berikut pernyataan Dewan HAM PBB:

Kami memantau dengan saksama serangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah efisiensi atau penghematan anggaran, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan. 

Kami menekankan pentingnya dialog untuk mengatasi kekhawatiran publik.

Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak untuk berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, terkait dengan pengawasan pertemuan publik.

Semua pasukan keamanan, termasuk militer ketika dikerahkan dalam kapasitas penegakan hukum, harus mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum.

Kami menyerukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan.

Penting juga bahwa media harus diizinkan untuk melaporkan peristiwa secara bebas dan independen.

Sementara, Human Rights Watch menyoroti respons Prabowo yang menyebut aksi demonstrasi massa yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia telah mengarah kepada gejala tindakan makar dan terorisme.

Organisasi HAM yang berbasis di Amerika Serikat itu pun menilai, pemerintah Indonesia telah "bertindak tidak bertanggungjawab dengan memperlakukan aksi demonstrasi sebagai tindakan pengkhianatan atau terorisme," sebagaimana dikutip dari The Guardian, artikel Indonesia protests explained: why did they start and how has the government responded?

Direktur Dewan HAM PBB untuk wilayah Asia, Meenakshi Ganguly, mengatakan respons pemerintah terhadap aksi unjuk rasa sangat memprihatinkan, "mengingat sejarah panjang aparat keamanan dalam menggunakan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan terhadap demonstran."

Adapun sejumlah kedutaan dan konsulat asing, termasuk AS, Australia, Prancis, Kanada, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, telah mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning) dan menyarankan warga negara mereka di Indonesia untuk menghindari area demonstrasi atau kerumunan publik yang besar.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan